JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, pemerintah memantau perkembangan eksekusi yang dilakukan pihaknya terhadap Labora Sitorus, terpidana kasus illegal logging dan pencucian uang di Sorong, Papua Barat. Menurut Yasonna, apabila Labora ternyata tidak kooperatif dalam eksekusi itu, maka pemerintah akan memindahkannya ke luar Sorong.
"Konsultasi dulu dengan Kakanwil di sana pada waktu eksekusi ini ada perlawanan atau apa, atau negosiasinya cukup baik. Kalau memang kooperatif nggak apa-apa kita dengar. Tapi kalau tidak, harus kami pindahkan. Kalau tidak, bisa berbahaya nanti di sana (Sorong)," ujar Yasonna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (20/2/2015).
Yasonna mengatakan, pemerintah menyiapkan lembaga permasyarakatan lain sebagai tempat Labora menjalani pidana. Mahkamah Agung memvonis Labora selama 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
"Bisa (dipindah) ke sekitar sana Maluku atau Makassar. Kita lihat saja nanti," ucap dia.
Opsi pemindahan Labora ke Jakarta kemungkinan tidak akan terjadi. Pasalnya, kata Yasonna, Labora tengah dalam kondisi sakit.
Kejaksaan Agung akhirnya mengeksekusi Labora pada Jumat dini hari. Penjemputan paksa Labora dilakukan pada pukul 02.00 waktu setempat. Sempat terjadi perlawanan dari para pendukung Labora, meski penjemputan kemudian berjalan kondusif. (baca: Aiptu Labora Sitorus Akhirnya Ditangkap)
Penolakan penahanan Labora dilakukan dengan cara pemblokiran jalan. Para pendukung Labora mengeluarkan teriakan-teriakan sepanjang jalan menuju lokasi. (baca: Penangkapan Aiptu Labora Sitorus Libatkan Ratusan Personel TNI dan Polri)
Disebutkan, penangkapan berjalan cukup singkat, sekitar 15 menit. Puluhan aparat gabungan dari Polda Papua Barat dan kejaksaan ikut dalam penjemputan paksa tersebut.
Kepala Polda Papua Barat Brigjen Pol Paulus Waterpauw menegaskan, eksekusi terhadap Labora berlangsung tanpa perlawanan. (baca: Kapolda Papua Barat: Eksekusi Labora Tanpa Perlawanan)
Paulus mengatakan, saat eksekusi berlangsung anggota Polres Raja Ampat yang dilaporkan memiliki rekening senilai Rp1,5 triliun itu tidak menandatangi surat eksekusinya melain hanya memberikan cap jempol.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.