Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli Ungkap Multitafsir soal Kolektif Kolegial dalam UU KPK

Kompas.com - 13/02/2015, 16:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menjadi saksi ahli sidang praperadilan Budi Gunawan versus KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/2/2015). Dalam salah satu keterangannya, Zainal menyebut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK memiliki multitafsir soal kolektif kolegial.

Pendapat Zainal itu berawal dari pertanyaan kuasa hukum KPK Chatarina Mulia Girsang ke Zainal. Chatarina bertanya, apa makna kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan pimpinan KPK. Mengutip salah satu ahli hukum, Zainal pun mengatakan bahwa makna kolegial kolektif dalam UU KPK merujuk pada lembaga legislatif di mana hanya memerlukan dua pertiga atau tiga perempat suara untuk memutuskan kebijakan.

Artinya, kebijakan tak memerlukan seluruh suara, yang penting memenuhi unsur kuorum. Zainal pun menjawab, mustahil setiap waktu pimpinan KPK berjumlah lima sesuai yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU KPK. Sebab, pasti ada kondisi di mana pimpinan KPK tengah dilanda berbagai situasi, misalnya habis masa jabatan, meninggal dunia atau mengundurkan diri dan belum digantikan oleh orang lain.

Persoalannya, Zainal tidak menemukan secara tekstual dalam UU KPK yang mengatur hal tersebut. Padahal, menurut Zainal, KPK sangat tak mungkin menghentikan penyidikan atau menunda penetapan tersangka tindak pidana korupsi hanya lantaran pimpinan KPK kurang satu orang saja.

"Harusnya diatur dalam UU KPK. Mengatur bagaimana pengambilan keputusan jika salah satu pimpinan meninggal, habis masa jabatan atau mengundurkan diri dan belum ada penggantinya," ujar Zainal.

Zainal merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY). Di UU tersebut, kata Zainal, diatur apa saja kebijakan yang dapat diambil jika jumlah komisionernya tidak dalam jumlah lengkap.

Zainal mengatakan, seluruh pihak bisa saja menafsirkan macam-macam terhadap UU yang tidak konkret dan ambigu. Kondisi itu pun menjadi celah hukum yang dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu.

Diketahui, pihak Budi mempraperadilankan KPK atas penetapan Budi sebagai tersangka. Pihak Budi berpendapat bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka adalah tidak sah. Sebab, saat penetapan itu pimpinan KPK hanya berjumlah empat, bukan lima seperti yang diatur dalam UU KPK. Kekosongan satu pimpinan KPK itu terjadi atas alasan habisnya masa jabatan dan belum ada penggantinya hingga saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com