Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Presidensial dan Ideologi

Kompas.com - 13/02/2015, 15:00 WIB


Oleh: Djayadi Hanan

JAKARTA, KOMPAS - Pertemuan Presiden Joko Widodo dan mantan rivalnya dalam pemilihan presiden lalu, Prabowo Subianto, segera diikuti dengan pernyataan dukungan Koalisi Merah Putih atas kebijakan yang akan diambil Jokowi dalam menyelesaikan kisruh soal KPK dan Polri. Koalisi Merah Putih mengisyaratkan akan berusaha mengamankan kebijakan tersebut dari para penentang. Kemungkinan yang dimaksud penentang itu adalah PDI-P dan beberapa anggota Koalisi Indonesia Hebat.

Fenomena politik tersebut terkesan ironis. Betapa tidak, Jokowi adalah presiden yang berasal dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH), tetapi dalam kebijakan ini dia justru didukung oleh pihak oposisi. Logikanya, bukankah koalisi presiden akan mendukung kebijakannya dan oposisi akan menentangnya?

Bagaimanakah kita memahami fenomena ini? Penjelasannya terkait, antara lain, dengan dua faktor. Pertama, soal sifat koalisi (dan oposisi) dalam sistem presidensial yang memang memungkinkan berpindah-pindahnya dukungan politik dari kubu oposisi ke koalisi atau sebaliknya. Kedua, soal sempitnya jarak ideologis antarpartai dan, karena itu, antara koalisi-oposisi sehingga partai-partai pun dapat lebih mudah memindahkan dukungannya dari satu isu/kebijakan ke isu/kebijakan lainnya.

Koalisi permanen dan ad hoc

Ada dua jenis koalisi dalam sistem presidensial. Pertama, koalisi yang "relatif" permanen. Dikatakan relatif karena soliditas koalisi dalam sistem presidensial biasanya lebih lemah dibandingkan koalisi sistem parlementer. Jika partai pendukung koalisi membangkang, dalam sistem presidensial tidak akan berakibat pada bubarnya pemerintahan. Sementara dalam koalisi parlementer, jika ada partai yang membangkang, sangat mungkin pemerintahan bubar. Dikatakan permanen karena koalisi pendukung pemerintah cenderung akan bertahan selama satu periode pemerintahan tersebut. Dalam konteks Indonesia, koalisi seharusnya dapat bertahan sampai lima tahun.

Koalisi jenis pertama ini adalah garansi awal yang dapat memudahkan presiden memperoleh dukungan yang cukup untuk menjalankan agenda-agenda pemerintahannya. Garansi awal tersebut diperoleh karena presiden menukarnya dengan sejumlah konsesi politik kepada partai-partai pendukung, terutama jabatan-jabatan di kabinet atau posisi lain yang setara.

Namun, garansi awal ini tidaklah mutlak. Presiden tidak bisa berharap partai anggota koalisinya akan seratus persen selalu mendukung presiden. Para anggota kabinet secara normatif adalah anak buah presiden, bukan anak buah partai. Dimungkinkan hubungan presiden dengan anak buahnya makin menguat seiring berjalannya waktu sehingga hubungan anak buahnya itu dengan partai asalnya menjadi makin lemah. Partai akan menjaga jangan sampai ini terjadi. Caranya, antara lain, dengan tidak mendukung kebijakan presiden ketika sang presiden mulai renggang dengan partai yang bersangkutan.

Bisa juga yang terjadi sebaliknya. Hubungan anak buah presiden dengan partai asalnya sedemikian kuat sehingga tekanan politik dari partai yang bersangkutan makin kuat pula. Ketika presiden enggan mengakomodasi tekanan politik tersebut, partai tersebut sangat mungkin tidak mendukung presiden. Jadi, soal koalisi relatif permanen ini adalah soal bagaimana presiden memelihara hubungan dengan partai asal anak buahnya dan dengan anak buahnya tersebut. Dengan kata lain, ketika ada masalah dalam proses pemeliharaan dukungan politik tersebut, sangat mungkin partai pendukung presiden sendiri membangkang.

Koalisi jenis kedua adalah koalisi ad hoc. Dukungan politik untuk kebijakan presiden dapat pula diperoleh per kebijakan/ isu. Dukungan ini bersifat retail dan sementara. Presiden dapat mengidentifikasi agenda-agenda kebijakannya yang cocok dengan partai-partai tertentu, tidak peduli ia berasal dari koalisi atau oposisi. Agenda A mungkin cocok untuk partai X, agenda B cocok dengan partai Y, dan agenda C dapat didukung partai Z. Dukungan untuk kebijakan presiden yang bermacam-macam itu akan sangat dinamis, bergantung pada kepandaian tim lobi politik presiden dalam mendekati partai-partai yang diharapkan mendukung.

Apa yang diperoleh oleh partai-partai ketika masuk ke dalam koalisi ad hoc? Bukankah jabatan-jabatan politik sudah dibagi habis untuk partai-partai pendukung koalisi?

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki executive toolbox. Ada banyak kewenangan/kekuasaan dan sumber daya politik yang dapat digunakan presiden untuk ditukar dengan dukungan retail tersebut. Misalnya, sejumlah bos partai besar sedang kesulitan keuangan dan mereka memiliki kewajiban untuk segera membayar utang kepada negara atau masyarakat. Presiden dapat saja membantu mereka dengan menggunakan kebijakan negara untuk menalanginya dan ditukar dengan dukungan politik pada kebijakan presiden. Perkakas dalam executive toolbox presiden juga dapat digunakan untuk "memukul". Untuk menghindari "pukulan" presiden itu, partai dapat menukarnya dengan dukungan politik pada kebijakan presiden.

Jadi, presiden harus pandai betul memainkan jurus-jurus koalisi relatif permanen dan koalisi ad hoc ini. Dalam tim presiden, biasanya ada kelompok khusus yang menangani masalah ini. Dalam tim west wing lembaga kepresidenan Amerika Serikat, misalnya, selalu ada Tim Urusan Legislatif (Legislative Affairs Team) yang bertugas memastikan tersedianya dukungan terus-menerus dari legislatif. Biasanya urusan ini dikoordinasikan oleh dua orang: kepala staf kepresidenan (chief of staff) dan wakil presiden. Kepala staf kepresidenan memastikan dukungan di DPR (House of Representatives) sedangkan wakil presiden memastikan dukungan di senat karena di Amerika Serikat wakil presiden sekaligus adalah presiden senat.

Kaburnya ideologi

Faktor lain yang memungkinkan berpindah-pindahnya dukungan partai-partai terhadap kebijakan presiden di Indonesia adalah sempitnya jarak ideologis dan perbedaan platform kebijakan antarpartai dan antara koalisi-oposisi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com