Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Komitmen Partai Politik

Kompas.com - 10/02/2015, 15:00 WIB


Oleh: Anita Yossihara

JAKARTA, KOMPAS - Sembilan dari sepuluh partai politik di parlemen sepakat mengubah undang-undang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Alasannya, masih banyak ketentuan dalam perppu itu yang bermasalah.

Untuk menunjukkan keseriusan, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat langsung meminta masukan pakar, beberapa jam setelah Perppu Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) disahkan 20 Januari lalu.

Tidak berapa lama, Komisi II DPR membentuk panitia kerja (panja) revisi UU penetapan Perppu Pilkada (UU Pilkada). Padahal, saat itu UU Pilkada belum diundangkan dalam Lembaran Negara. Dengan kata lain, UU tersebut belum ditandatangani Presiden Joko Widodo dan belum diberi nomor.

Meski demikian, Komisi II dengan percaya diri mengusulkan revisi UU Pilkada menjadi salah satu prioritas Program Legislasi Nasional tahun 2015. Usulan itu sempat dipersoalkan dalam rapat Badan Legislasi bersama pimpinan komisi dan fraksi, 29 Januari lalu.

Legalitas UU Pilkada dipertanyakan. "Ini lucu, yang akan direvisi undang-undang nomor berapa? Jika belum ada nomornya, bagaimana mau direvisi?" kata Wakil Ketua Badan Legislasi Saan Mustopa.

Bahkan, sempat terlontar gurauan bahwa panja yang dibentuk Komisi II adalah panja-panjaan. Ini karena materi yang dibahas adalah pasal-pasal dalam undang-undang yang belum berlaku sebab belum diundangkan dalam Lembaran Negara.

Gurauan itu tidak berlebihan. Sebab, sebuah undang-undang disebut sah dan berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran Negara. Seperti diatur dalam Pasal 72 Ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU.

RUU disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden (Pasal 73 Ayat 1).

Namun, Panja RUU Pilkada Komisi II terus bekerja. Selama empat hari berturut-turut, pada 29 Januari-1 Februari, panja membahas materi krusial. Hasilnya, delapan poin perubahan disepakati.

Salah satunya, penyelenggaraan pilkada serentak tahap pertama yang awalnya diatur tahun 2015 (Pasal 201 UU Pilkada) disepakati diundur ke tahun 2016. Pilkada serentak nasional yang dalam UU Pilkada diatur tahun 2021 diundur menjadi tahun 2027. Alasannya untuk meminimalkan pemotongan masa jabatan kepala daerah dan pelaksana tugas kepala daerah.

Tahapan uji publik (Pasal 38) juga disepakati dipertahankan. Namun, ada yang mengusulkan sebutan uji publik diganti dengan sosialisasi serta dilaksanakan oleh parpol, gabungan parpol, perseorangan, dan penyelenggara pilkada.

Syarat kemenangan juga diusulkan diubah, dari minimal 30 persen (Pasal 109) menjadi 25 persen suara sah. Akan tetapi, sebagian fraksi menginginkan syarat kemenangan minimal 30 persen suara sah tetap dipertahankan.

Sementara untuk mekanisme pencalonan dan pemilihan, delapan dari sepuluh fraksi mengusulkan diubah. Tidak hanya gubernur, bupati, dan wali kota yang dipilih, tetapi satu paket atau berpasangan dengan wakil masing-masing.

Proses masih panjang

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com