Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi dan Para Menteri Dinilai Abaikan Nasib Perempuan

Kompas.com - 08/02/2015, 15:27 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Perempuan Indonesia menilai nasib perempuan beserta permasalahannya yang kompleks tidak lagi menjadi fokus dari pemerintahan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.

Jokowi yang saat kampanye Pemilihan Presiden 2014 sempat menjanjikan perbaikan dan fokus kepada perempuan dianggap sudah tidak ada komitmen.

"Walaupun 100 hari memang tidak bisa jadi patokan kinerja, tetapi seharusnya sudah tahu dulu apa yang akan dikerjakan. Dari semua kementerian, tidak ada yang menjadikan nasib perempuan sebagai prioritas," kata Estu Fanani dari CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) di kantor Komnas Perempuan, Minggu (8/2/2015).

Estu menjelaskan, di pemerintahan sebelumnya, terdapat sebuah acuan, yaitu Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus-utamaan Gender (PUG).

Acuan tersebut, ujar Estu, diikuti atau bahkan menjadi nafas dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan penegakan hukum maupun pelaksanaan program pemerintah.

Dia mencontohkan, misalkan di Kementerian Perdagangan, sempat dilontarkan oleh Menteri Perdagangan Rahmat Gobel bahwa pakaian bekas tidak layak jual karena banyak bakteri.

Dari ucapan seperti itu, kata Estu, sudah mendiskriminasi para pedagang pakaian bekas yang juga sebagian besar dilakoni oleh kaum hawa.

Masih dari Jaringan Perempuan Indonesia, Lita Anggraini yang mewakili JALA PRT menyebut Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri juga tidak memikirkan nasib pembantu rumah tangga yang berada di luar negeri alias tenaga kerja wanita.

Lita mengatakan demikian karena Hanif mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT yang disebut tidak adil. Tidak adil yang dimaksud adalah poin-poin dari peraturan tersebut yang mengaburkan hak-hak para pembantu.

Sebelum disebutkan tentang poin-poin itu, Lita yang ikut dalam penyampaian lisan kepada Hanif, melihat menteri menolak memberikan komitmen terkait UU Perlindungan PRT dengan mengatakan "tidak janji".

Kemudian, dalam peraturan itu, terdapat Roadmap Zero Migrant Domestic Workers 2017 yang berisi tentang rencana penghentian penempatan PRT secara bertahap. Hal ini dinilai melanggar hak PRT sebagai pekerja.

Padahal, penghentian penempatan ini juga merupakan pembatasan terhadap hak atas kerja PRT Migran dan melanggar prinsip umum yang diatur Pasal 1 Konvensi Migran 1990 yaitu prinsip non diskriminasi.

"Indonesia ini negara terbesar penyumbang tenaga kerja di seluruh dunia. Kalau dihentikan, sama saja membatasi hak perempuan untuk bermigrasi sehingga mengancam sumber pendapatan buruh migran perempuan dan keluarganya," ucap Lita.

Selain itu, yang kembali dikritik adalah sikap Hanif terhadap Ratifikasi Konvensi ILO189 Situasi Layak Kerja PRT. Hanif menolak ratifikasi tersebut dan Lita melihat hal itu sebagai ketidakmampuan Hanif untuk menerjemahkan Nawa Cita Jokowi-Jusuf Kalla.

"Negara wajib hadir dan melindungi warga negaranya sebagaimana terncantum dalam Nawa Cita. Melindungi bukanlah membatasi, apalagi mendiskriminasi. Ini juga suatu bentuk pemiskinan struktural," ucap Lita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com