Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Tengah Sengketa Pilkada

Kompas.com - 05/02/2015, 15:05 WIB


Oleh: Fadli Ramadhanil

JAKARTA, KOMPAS - Harap-harap cemas apakah pilkada masih langsung atau tidak terjawab sudah. DPR akhirnya menerima Perppu No 1/2014 menjadi undang-undang. Dengan ini, ancaman kemunduran proses demokratisasi dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD sudah terhindarkan. Namun, dengan pengesahan Perppu No 1/2014 menjadi UU, tak berarti persoalan pemilihan kepala daerah selesai.

Dari sepuluh fraksi di DPR, hanya satu fraksi yang memberikan persetujuan atas perppu tanpa syarat revisi, yakni Partai Demokrat. Patut dipahami memang mengapa sembilan fraksi di DPR menghendaki revisi atas perppu pilkada yang sudah disahkan. Dari awal, perppu yang diteken SBY ini memang memunculkan beberapa materi yang patut diperdebatkan. Beberapa hal justru membingungkan dan berpotensi menimbulkan masalah baru dalam penyelenggaraan pilkada.

Menyoal sengketa pilkada

Di dalam Perppu No 1/2014, proses sengketa hasil pilkada dilaksanakan oleh empat pengadilan tinggi yang dipilih oleh Mahkamah Agung. Setelah itu, putusan pengadilan tinggi yang menerima, memeriksa, dan memutus sengketa hasil pilkada bukanlah putusan yang final. Perppu 1/2014 menyediakan ruang banding ke Mahkamah Agung bagi siapa saja yang tidak puas atas putusan pengadilan tinggi.

Sebelum melihat, membayangkan, dan mengungkap kekhawatiran yang mungkin muncul dengan desain sengketa yang demikian, ada persoalan mendasar yang harus dikedepankan. Mahkamah Agung secara institusional dan terbuka menyampaikan menolak untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada. Beberapa argumentasi disampaikan oleh Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung.

Pertama, Mahkamah Agung masih mempunyai "utang" perkara yang cukup banyak untuk diselesaikan sehingga jika ditambah lagi dengan kewajiban menyelesaikan sengketa pilkada, tumpukan perkara di Mahkamah Agung akan semakin menggunung.

Kedua, di tengah reformasi kelembagaan Mahkamah Agung untuk kembali menjadi lembaga peradilan yang dihormati, Mahkamah Agung berpotensi kembali digoyang dengan kawajiban menyelesaikan sengketa pilkada ini. Pertempuran politik dalam memperebutkan kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah bukanlah tantangan sederhana untuk pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.

Bawaslu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, beberapa waktu lalu, secara terbuka menyatakan siap menyelesaikan sengketa pilkada. Namun, bukanlah jalan keluar yang bijak memaksakan Bawaslu menjadi lembaga yang akan menyelesaikan sengketa pilkada dalam periode ini. Terlalu berani dan berisiko jika Bawaslu serta-merta dibebankan peran tersebut. Ini bukan hanya sebatas persoalan mampu atau tidak, tetapi harus disadari bahwa Bawaslu yang ada sekarang bukanlah lembaga yang didesain menyelesaikan sengketa hasil pilkada. Selain desain kelembagaan, dukungan institusional Bawaslu yang ada sekarang belum dipersiapkan menghadapi penanganan sengketa hasil pilkada.

Momentum revisi materi perppu ini harus memperhatikan ketentuan terkait dengan sengketa pemilu. Di tengah keengganan Mahkamah Agung, kepastian adanya lembaga yang benar- benar siap menyelesaikan sengketa pilkada harus jadi prioritas. Jika mau berbicara dalam konteks yang lebih ideal, pembentukan badan penyelesai sengketa pemilu adalah solusi yang paling menjanjikan.

Namun, gagasan ini terbentur dengan kemampuan menyiapkan komponen badan tersebut dalam waktu yang sangat cepat. Badan penyelesai sengketa pemilu yang digagas, diusulkan melalui transformasi dari Bawaslu yang ada sekarang. Namun, tentu butuh perubahan dan penataan menyeluruh agar lembaga yang ada sekarang siap menjadi lembaga penyelesai sengketa pemilu.

Pergeseran tugas dan fungsi lembaga yang sangat signifikan, tentu membutuhkan prasyarat komisioner dan lembaga penyokong yang jauh berbeda dengan Bawaslu yang ada sekarang. Agak sulit memaksakan lembaga ini ada dalam waktu dekat, di tengah berkejarannya dengan waktu pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak.

Lembaga ideal

Lalu, lembaga apa yang ideal mengadili sengketa hasil pilkada serentak di periode pertama ini? Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang paling cakap melaksanakan sengketa hasil pilkada untuk saat ini. Saya berpendapat, rumusan dengan menyerahkan (untuk sementara) penyelesaian sengketa pilkada di MK dapat dimasukkan dalam rencana revisi materi perppu pilkada yang sudah menjadi undang-undang.

Basis argumentasi mengapa MK adalah: MK pernah mengadili 600-an sengketa pilkada dalam rentang waktu 2008-2012, dan itu relatif berjalan baik dan lancar. Di samping itu, dari sisi dukungan institusional peradilan, MK adalah lembaga yang sangat siap saat ini menyelesaikan sengketa pilkada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com