Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/01/2015, 14:05 WIB


Oleh:  Hifdzil Alim

KOMPAS - Presiden Joko Widodo melantik anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Senin (19/1). Hanya saja, publik kurang begitu berkenan dengan pelantikan itu. Pasalnya, lebih dari setengah jumlah anggota berasal dari unsur partai politik.

Beschikking Presiden Nomor 6/P/2015 bertanggal 19 Januari menetapkan sembilan orang. Komposisinya, lima orang dari unsur partai koalisi pendukung pengajuan Jokowi sebagai calon presiden 2014. Satu orang dari PPP yang belakangan juga masuk gerbong partai koalisi pemerintah. Dua orang mewakili dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia. Anggota terakhir diambil dari kalangan akademisi.

Berdasarkan komposisi keanggotaan, banyak yang menilai, pemilihan penasihat kepala negara itu jadi ajang bagi-bagi kue kekuasaan. Tak ubahnya pemilihan menteri, Jaksa Agung, dan kepala Polri—selama ini.

Sifat kenegarawanan

Konstitusi pasca amandemen mengatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sebagai sebuah dewan yang memiliki dua tugas: memberikan nasihat dan memberikan pertimbangan kepada presiden. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memerintahkan tafsir atas dua tugas tersebut ke dalam UU. Terbitlah UU No 19/2006.

Tak semua orang dapat diangkat sebagai anggota Wantimpres. Salah satu syarat yang termuat dalam Pasal 8 UU No 19/2006, si calon anggota harus mempunyai sifat kenegarawanan. Penjelasan norma sifat kenegarawanan adalah, "bersikap konsisten mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan." Pasal 8 huruf d ini sebenarnya merupakan rumusan pembatas agar calon anggota Wantimpres tidak diambil dari unsur parpol.

Wantimpres, apabila merujuk sejarah ketatanegaraan Indonesia, terlebih pasca Orde Lama dan pra-Orde Reformasi, sebenarnya mirip—meski tak sama persis—dengan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dalam konstitusi pra amandemen, DPA diberi kewajiban menjawab pertanyaan presiden dan juga diberi hak untuk mengajukan usul kepada pemerintah. Bedanya, DPA adalah lembaga sejajar dengan presiden, sedangkan Wantimpres berada di bawah presiden.

Dalam hal komposisi anggota DPA, UU No 3/1967 dan UU No 4/1978 menyatakan, susunan anggota DPA terdiri dari tokoh politik, tokoh karya, tokoh daerah, dan tokoh nasional.

Implikasi yang dihasilkan dari norma mengenai komposisi anggota DPA—khususnya tokoh politik dan tokoh karya—tampaknya dipakai oleh rezim saat itu demi mengamankan kekuasaannya.

Pola pemilihan dari unsur tokoh politik dan tokoh karya itulah yang ingin digeser dengan diberlakukannya UU No 19/2006. Diharapkan, tak ada lagi penasihat presiden yang berasal dari unsur parpol. Maka, guna mencegah agar anasir partai tidak masuk ke Wantimpres, syarat adanya sifat kenegarawanan dimunculkan. Penasihat presiden harus konsisten mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.

Lalu, kenapa Presiden Jokowi melantik anggota Wantimpres yang 50 persen lebih berasal dari parpol? Bagaimana menjamin anggota Wantimpres agar memberi nasihat dan memberi pertimbangan kepada presiden berlandaskan kepentingan rakyat (negara dan umum) daripada kepentingan parpol (ketua umum partai, elite partai, atau parpol itu sendiri)?

Menjaga kebijaksanaan

Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Anggota Wantimpres sudah dilantik. UU No 19/2006—yang menjadi amanat dari Pasal 16 UUD NRI 1945— memerintahkan, Wantimpres harus dilantik paling lama tiga bulan sejak presiden dilantik. Artinya, presiden tak punya banyak waktu untuk menentukan sembilan orang dari ratusan juta penduduk Indonesia yang dianggap memiliki sifat kenegarawanan sebagai penasihatnya di tengah penataan struktur pemerintahannya.

Namun, bukan berarti singkatnya masa dijadikan sebagai pleidoi untuk mendudukkan perwakilan partai ke kursi advisor of president. Sebab, posisi penasihat, walau tak seterkenal anggota DPR, sangatlah strategis. Apalagi di bagian membentengi program negara atau pemerintah dari intervensi kepentingan busuk elite partai. Tak banyak negara memiliki dewan seperti DPA atau Wantimpres. Bagir Manan (2003: 85-92) mencatat, Raad van Indie pada zaman kolonial, Raad van State di Kerajaan Belanda (1814), Conseil d’Etat di Perancis (1789), dan Privy Council di Thailand dan Korea adalah contoh dari negara yang melahirkan lembaga serupa DPA atau Wantimpres.

Sebenarnya, penjelasan pasal 16 konstitusi Indonesia pra amandemen menggambarkan DPA layaknya Council of State yang wajib memberi pertimbangan kepada pemerintah. Raad van State, misalnya, bertugas memberikan jawaban atas usul membentuk UU, peraturan pemerintah, ratifikasi, dan melakukan penyelidikan sengketa administrasi. Conseil d’Etat juga sama, pemerintah diwajibkan agar mengindahkan lembaga penasihat negara itu dalam pembentukan RUU dan peraturan pemerintah. Ada tugas menjaga kebijaksanaan kepala pemerintahan di sana.

Meski tugas Wantimpres tak persis dengan Raad van State dan Conseil d’Etat—karena tidak spesifik dalam pemberian pertimbangan atas usul pembentukan RUU, peraturan pemerintah, maupun penyelidikan administrasi—anggota Wantimpres tetap wajib menjaga kebijaksanaan presiden. Caranya, nasihat yang diberikan ke presiden jangan untuk memuluskan kepentingan kotor elite parpol.

Selain mengatur batas maksimal pelantikan anggota Wantimpres, berita baiknya adalah, hukum juga mengatur mekanisme pemecatan anggota Wantimpres. Pasal 11 UU No 19/2006 menggariskan, penasihat presiden diberhentikan apabila tidak memenuhi persyaratan dalam pasal 8. Salah satu isi pasal 8 adalah sifat kenegarawanan. Jika sedikit saja anggota Wantimpres terbukti bekerja untuk kepentingan partai, bukan untuk presiden dan rakyat, presiden wajib memberhentikannya. Dan, pada tahap ini tak boleh ada istilah penundaan pemberhentian.

Hifdzil Alim
Peneliti di PUKAT FH UGM dan FSH UIN Sunan Kalijaga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com