Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Jokowi Setelah Merapal Mantra...

Kompas.com - 27/01/2015, 14:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS - Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti. Itulah status Presiden Joko Widodo di akun Facebook-nya, Minggu (25/1/2015) pukul 16.04, di tengah-tengah santernya konflik Komisi Pemberantasan Korupsi versus Kepolisian Negara RI. Hingga kini, statusnya masih terkini di akun Facebook Jokowi dan disukai sebanyak 71.488 kali.

Bagi orang Jawa, kalimat tersebut bukan sembarangan dipilih oleh Presiden Jokowi. Ibaratnya, Jokowi telah bersimpuh sambil memusatkan perhatiannya pada sebuah peristiwa besar, kemudian dengan segala kekuatan daya pikirnya ia merapalkan kata-kata seperti layaknya sebuah mantra sakti: Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti....

Segala kekuatan jahat akan hancur oleh kebaikan atau kelembutan hati. Begitulah kira-kira tujuan dari matek aji yang dilakukan Jokowi. Namun, pertanyaannya, benarkah Presiden Jokowi telah menata hati untuk menyiapkan ajian pamungkas untuk menghancurkan orang-orang jahat yang ada di sekelilingnya?

Dari pantauan di media sosial, tampaknya gambaran tersebut belum tampak. Pidato Minggu malam belum mampu meredakan konflik KPK vs Polri. Sentimen terhadap Jokowi masih bernuansa negatif karena ketegasan yang diharapkan netizen belum keluar dari Presiden Jokowi. Pidato-pidato Jokowi dinilai masih belum memenuhi harapan netizen.

Analis media sosial Awesometrics, Yustina Tantri, misalnya, mencatat, hingga Senin (26/1), kampanye dengan tagar #SaveKPK masih digaungkan. Bahkan, tak ada tanda-tanda akan mereda. "Ada lebih dari 415.000 mention soal #SaveKPK, 99 persen dari Twitter," kata Yustina.

Persoalan KPK vs Polri di Twitter dinilai juga masih mampu memuncaki topik paling tren di dunia. Sejak Komisaris Jenderal Budi Gunawan ditunjuk menjadi calon Kepala Polri, lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, media sosial mulai mengamati perkembangan isu tersebut. "Sekaligus ikut menjaga KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi dan ikut mengawasi Polri," kata Yustina.

Netizen hingga kini masih terus mengendus kriminalisasi terhadap pimpinan KPK setelah penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dengan tuduhan menganjurkan saksi bersaksi palsu. Kekhawatiran itu semakin realistis setelah Ketua KPK Abraham Samad akhirnya juga dilaporkan ke kepolisian pada Senin ini. Menyusul sebelumnya pimpinan KPK lainnya, yaitu Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen, yang santer diberitakan di media sosial juga akan dilaporkan ke kepolisian.

Masih santun

Kampanye #SaveKPK kali ini tidak hanya menyerukan tuntutan agar Jokowi bersikap tegas, tetapi juga terus-menerus membandingkannya dengan cara mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat mengelola konflik sejenis pada 2012. Status-status yang mengkritisi Jokowi masih terlihat positif dan santun ketika membandingkannya dengan SBY. Sebenarnya, kasus dramatik pernah ada pada 2009, yaitu saat KPK dan Polri berseteru, waktu itu dikenal dengan kasus cicak vs buaya. Namun, waktu itu kasus tersebut belum terpantau oleh sosial media.

Pada 2012, netizen menarik perhatian SBY dengan mengoperasikan tagar #PresidenKeMana yang dalam beberapa hari telah dikumandangkan 3.654 kali. Bersamaan dengan itu, tagar #SaveKPK yang lebih dulu ada terpancar telah dikumandangkan lebih dari 27.000 kali.

Suasana sempat memanas dan sempat muncul tagar #SavePolri yang bertujuan meredakan suasana, tetapi waktu itu hanya dikumandangkan 605 kali. Diamnya Presiden SBY waktu itu menambah katalisator memanasnya situasi di jejaring sosial hingga akhirnya SBY berpidato.

Namun, bedanya dengan Jokowi, pidato SBY langsung bisa meredakan amarah netizen. Sebab, isi pidato SBY bersifat operasional dan politis, yaitu diserahkannya penanganan perkara dugaan korupsi simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri kepada KPK. Keputusan SBY ini memang sesuai dengan harapan netizen sehingga situasi langsung mereda.

Oktober 2012 waktu itu, beberapa kali Polri salah langkah sehingga membuat sentimen terhadap Polri semakin negatif dibandingkan dengan KPK. Misalnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Komisaris Besar Dedi Irianto yang datang ke KPK membawa surat perintah untuk menangkap dan menggeledah penyidik KPK, Novel Baswedan.

Novel adalah penyidik KPK yang waktu itu menangani kasus dugaan korupsi proyek simulator berkendara di Korlantas Polri. Novel dituduh pernah terlibat penganiayaan tahanan di Bengkulu, delapan tahun lalu.

Sama dengan peristiwa awal tahun ini, pimpinan KPK juga disangkakan dengan berbagai peristiwa bertahun-tahun sebelumnya. Misalnya, Bambang dikaitkan dengan peristiwa Pilkada Kotawaringin Barat pada 2010, Adnan Pandu Praja dikaitkan dengan peristiwa 2006, dan Zulkarnaen dikaitkan dengan peristiwa 2008. Hanya Abraham Samad yang dilaporkan terkait peristiwa yang masih aktual, yaitu dugaan sepak terjang politiknya pada 2014.

Hanya saja, kali ini serangan terhadap KPK semakin masif dan saat bersamaan, pidato-pidato Presiden Jokowi yang tak mampu meredakan konflik tersebut. Netizen terus melancarkan gerakan kampanye untuk menyelamatkan KPK.

Hingga kini, kampanye #SaveKPK masih terus berkumandang 460 kali setiap jamnya berdasarkan mesin analisis Topsy. Untuk masalah ini, rapalan ajian pamungkas saja tak cukup. Sekarang ini ditunggu, kapan Presiden Jokowi dapat memberikan solusi nyata yang tegas untuk menuntaskan perseteruan KPK vs Polri. (Amir Sodikin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Jadi Presiden Terpilih, Prabowo dan Gibran Temui Jokowi di Istana

Usai Jadi Presiden Terpilih, Prabowo dan Gibran Temui Jokowi di Istana

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com