Hal itu dikatakan Mahyudin saat mengunjungi rumah kedua orangtuanya di Jalan Munthe, Sangatta Kutai Timur, Kalimantan Timur, Minggu (18/1/2015).
Menurut Mahyudin, langkah eksekusi mati para terpidana narkotik sudah tepat dan sesuai dengan Undang-Undang Narkotik di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Narkotik, kata Mahyudin, pengedar atau bandar yang mengedarkan narkotik di atas lima gram diancam dengan hukuman mati.
"Sudah jelas dan tegas undang-undang yang berlaku di Indonesia. Mereka yang mengedarkan narkotik melebihi lima gram akan diancam hukuman mati," katanya.
Mahyudin mengatakan, narkoba sangat bahaya karena sasarannya bisa merusak semua generasi bangsa, baik di perkotaan maupun perdesaan. Terlepas dari kritikan berbagai negara karena menyangkut hak asasi manusia (HAM) dan sebagainya, Indonesia harus tegas dan tidak perlu khawatir serta tidak perlu takut.
"Indonesia adalah negara yang berdaulat yang tidak boleh ragu dalam mengambil tindakan yang sesuai dengan UU," katanya.
Mahyudin juga memuji sikap dan ketegasan Presiden Joko Widodo yang menolak permintaan grasi bagi para terpidana mati.
"Banyak yang mengajukan grasi, tapi Presiden menolak. Ini menurut saya tepat supaya bisa menimbulkan efek jera bagi siapa saja yang ingin merusak bangsa," kata Mahyudin yang sebelumnya telah melakukan sosialisasi empat pilar di Kantor Gubernur Kalimantan Timur.
Enam terpidana mati dieksekusi pada Minggu dini hari di Nusakambangan dan Boyolali, yaitu Marco Cardoso (Brasil), Ang Kiem Soei (alias) Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi (Belanda), Daniel Enemuo lias Diarrassouba Mamadou (Nigeria), Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (Indonesia).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.