Sesuai dokumen pengajuan, Jokowi menyerahkan nama Budi ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Jumat, (9/1/2015) kemarin. Selanjutnya Budi akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan.
Sebelum menunjuk Budi Gunawan, Jokowi sempat disodorkan 13 nama kandidat kapolri oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum Politik dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijanto. Nama-nama itu muncul setelah Menkopolhukam melakukan pertemuan dengan Komisioner Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada Kamis (8/1/2015).
"Kompolnas telah melakukan penelusuran rekam jejak calon kapolri, yang terdiri dari perwira tinggi bintang tiga dan bintang dua atau yang pernah menjadi kapolda tipe A," demikian tulis surat resmi Menkopolhukam yang diterima Kompas.com. [Baca: Ini Nama-nama Calon Kapolri yang diajukan oleh Menko Polhukam ke Presiden]
Dalam surat itu, Menkopolhukam mengajukan dua opsi kepada Jokowi. Opsi pertama, jika pergantian kapolri dilaksanakan saat ini, diusulkan sembilan perwira tinggi bintang tiga sebagai calon, yaitu Komjen Badrodin Haiti (Wakapolri). Komjen Dwi Priyatno (Irwasum), Komjen Suhardi Alius (Kabareskrim).
Lalu Komjen Putut Bayu Seno (Kabaharkam), Komjen Djoko Mukti Haryono (Kabaintelkam), Komjen Budi Gunawan (Kalemdikpol), Komjen Anang Iskandar (Kepala BNN), Komjen Saud Usman (Kepala BNPT) dan Komjen Boy Salamuddin (Sestama Lemhanas).
Adapun opsi kedua, jika pergantian kapolri dilaksanakan pada saat Jenderal Sutarman memasuki masa pensiun, diusulkan empat perwira tinggi bintang tiga, yaitu Komjen Dwi Priyatno, Komjen Suhardi Alius, Komjen Budi Gunawan dan Komjen Putut Bayu Seno.
Tak libatkan KPK
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, mengatakan Presiden hanya menerima pertimbangan dari Kompolnas dalam penunjukan calon kapolri. Itu, kata dia, sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian.
Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang sebelumnya dilibatkan dalam pembentukan Kabinet Kerja tidak diikutsertakan. Sebab, lanjutnya, pergantian kapolri bukan mekanisme seleksi.
"Itu adalah hak prerogatif presiden untuk menunjuk pada jabatan seperti kapolri, panglima TNI, kepala staf angkatan, duta Besar," ujar Andi. [Baca: Jokowi Diminta Libatkan KPK dan PPATK Saat Tunjuk Kapolri Baru]
Padahal, sebelumnya, Menkopolhukam Tedjo Edhy, mengisyaratkan jika dalam proses pemilihan calon kapolri, Jokowi membuka kemungkinan untuk meminta masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tedjo meyakini, calon kapolri haruslah bersih dari kasus korupsi, termasuk indikasi kepemilikan rekening gendut yang tidak wajar. [Baca: Menkopolhukam Sebut Seleksi Calon Kapolri Akan Melalui KPK]
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, menganggap jabatan kapolri paling strategis di bidang penegakan hukum. Publik akan sulit menaruh keyakinan kepada pemimpin Polri yang dianggap memiliki catatan buruk, khususnya yang terindikasi kasus korupsi. [Baca: Komjen Budi Gunawan Bantah Punya Rekening Gendut]
Agus mengatakan, saat nama-nama calon kapolri mulai dibicarakan, muncul kerisauan publik terhadap calon-calon yang diduga memiliki rekening tidak wajar jika dibandingkan jumlah penghasilan yang seharusnya diperoleh. Kerisauan ini dikenal publik sebagai rekening gendut.
Keterlibatan KPK dan PPATK dalam pemilihan menteri Kabinet Kerja, sebut Agus, merupakan contoh baik yang perlu diterapkan. Karena itu cara yang sama seharusnya