Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cerita SBY Ketika Menangani Bencana Tsunami Aceh

Kompas.com - 26/12/2014, 18:29 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono menceritakan pengalamannya dalam penanganan bencana tsunami di Aceh 10 tahun lalu. Cerita itu ia tuangkan dalam akun facebook miliknya, "Susilo Bambang Yudhoyono".

Tulisan tersebut ditulis SBY ketika sedang berada di Amerika Serikat. Berikut isi cerita SBY tersebut:


DARI DUKA KITA BANGKIT

10 Tahun Tsunami Aceh dan Nias

Oleh
Susilo Bambang Yudhoyono

"Ya Allah, musibah apa ini ... ", ucap saya lirih.

Hal ini saya ucapkan di Wisma Gubernur Papua, Jayapura, tanggal 26 Desember 2004, ketika berita yang saya terima tentang gempa bumi di Aceh bertambah buruk dari jam ke jam. Dino Patti Djalal dan Andi Mallarangeng, dua juru bicara Presiden, yang terus "meng up-date" perkembangan situasi di Aceh ikut pula cemas. Istri tercinta yang mendampingi saya saat itu nampak makin sedih. Matanya mulai berkaca-kaca.

Komunikasi yang dilakukan oleh para Menteri dan Staf Khusus yang mendampingi saya memang amat tidak lancar. Mereka nampak frustrasi. Belakangan baru tahu bahwa telekomunikasi di seluruh Aceh lumpuh total. Tetapi, yang membuat pikiran saya semakin tegang adalah setiap berita yang masuk jumlah korban gempa terus meningkat dengan tajam. Pertama belasan, kemudian puluhan, ratusan dan bahkan ribuan. Waktu itu saya benar-benar belum mengetahui bahwa yang terjadi ternyata bukan hanya gempa bumi, tetapi juga tsunami yang amat dahyat.

Selama jam-jam yang menegangkan itu saya tetap memelihara komunikasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang saat itu berada di Jakarta. Intinya, nampaknya ini bukan bencana alam biasa. Sesuatu yang besar. Kita harus siap menghadapi hal yang paling buruk. Kita harus dapat bertindak dengan cepat namun sekaligus tepat.

Oleh karena itu, meskipun malam harinya saya tetap menghadiri perayaan Natal bersama umat Kristiani yang ada di Jayapura yang sudah lama dipersiapkan, saya meminta acara itu dipersingkat dan saya mengajak hadirin untuk berdoa atas keselamatan saudara-saudara kita yang sedang tertimpa bencana alam di Aceh.


Rapat Darurat Kabinet Terbatas di Jayapura

Dengan informasi dan intelijen yang sangat minim, malam itu di Jayapura saya segera menggelar rapat Kabinet Terbatas, yang dihadiri oleh sejumlah Menteri yang mendampingi saya. Ingat, kunjungan saya ke Papua waktu itu di samping menghadiri perayaan Natal bersama juga meninjau Nabire yang baru saja tertimpa bencana.

Suasana nampak hening. Para Menteri sempat merasakan ketegangan saya. Sebenarnya, ketika saya pandangi wajah-wajah mereka, nampaknya hal itu juga dialaminya. Setelah melakukan pembahasan secukupnya, saya mengambil keputusan bahwa esok hari, sepagi mungkin, kita langsung ke Aceh. Bukan ke Jakarta sesuai dengan yang telah direncanakan. Pada waktu itu memang ada yang berpendapat dan menyarankan agar sebaiknya saya kembali ke Jakarta dulu. Setelah segalanya menjadi jelas, baru ke Aceh.

"Tidak. Kita langsung ke Aceh. Persiapkan penerbangan kita. Kita berangkat sepagi mungkin", demikian arahan saya

"Siap, Bapak Presiden", jawab mereka. Serentak.

"Terima kasih. Dalam keadaan yang serba tidak jelas ini justru sebagai pemimpin saya harus mengetahui situasi di lapangan yang sebenarnya. Di situ saya bisa segera mengambil keputusan. Dan kemudian memberikan instruksi dan segera bertindak."

Mereka kembali mengangguk. Tanda mengerti.

Saya dibesarkan di dunia militer. Dari Letnan hingga Jenderal. Saya bersyukur karena dapat kesempatan sejarah untuk bertugas di medan pertempuran di Timor Timur selama hampir 5 tahun. Juga pernah bertugas di Bosnia sebagai bagian dari Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB. Dalam kehidupan militer inilah saya selalu ingat apa yang didoktrinkan kepada para Komandan Satuan tempur apa yang disebut "3 Quick". Dalam bahasa Inggris berbunyi: "Quick to see, quick to decide, quick to act".

Malam itu juga saya mengeluarkan intruksi kepada Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar untuk menyiagakan pasukannya, dan segera melakukan apa saja yang bisa dilakukan untuk membantu Aceh dalam mengatasi bencana dahsyat itu. Meskipun, terus terang, pengetahuan saya sendiri terhadap bencana tsunami belum luas benar. Tetapi, pegangan saya adalah bahwa korban jiwa amat besar, berarti memerlukan tindakan yang besar pula.

Terbang Menuju Lhokseumawe

Pagi hari, pesawat yang saya tumpangi tinggal landas menuju Aceh. Sasaran kunjungan saya adalah ke Lhokseumawe. Sementara, Pak Jusuf Kalla saya minta untuk langsung ke Banda Aceh. Pertimbangan saya Wapres bisa datang lebih cepat di Aceh, sehingga segera bisa melihat langsung Banda Aceh yang konon kerusakannya paling parah. Sebab, kalau saya sendiri yang ke Banda Aceh, sore atau malam hari baru tiba.

Sebagaimana yang diketahui oleh banyak kalangan pesawat kepresidenan yang saya naiki adalah jenis RJ 85, yang tidak bisa terbang langsung ke Lhokseumawe. Pesawat harus singgah di Makasar dan kemudian Batam untuk pengisian bahan bakar. Tentu saja saya harus menambah waktu sekitar 3-4 jam. Keadaan inilah yang waktu itu memunculkan gagasan saya bahwa seharusnya pesawat Presiden Indonesia bisa terbang ke manapun di wilayah Indonesia, maksimal 8 jam, tanpa harus melakukan "refueling". Tetapi, pesawat yang saya maksud baru terwujud 10 tahun kemudian. Pertama saya sadar bahwa saya harus menunggu kemampuan ekonomi negara dan ketersediaan anggaran pemerintah. Sedangkan yang kedua proses politiknya ternyata panjang dan tidak mudah. Ada pro dan kontra. Dianggapnya sebuah pemborosan. Padahal jika Presiden selalu menggunakan pesawat Garuda biayanya justru jauh lebih mahal, dan juga bisa mengacaukan jadwal penerbangan Garuda sendiri. Namun, bagaimanapun saya bersyukur karena pesawat itu dapat disediakan sekitar 5 bulan sebelum saya mengakhiri tugas saya sebagai Presiden. Saya senang karena Presiden Jokowi dan Presiden-Presiden berikutnya bisa terbang ke manapun tanpa harus berhenti di jalan karena mesti mengisi bahan bakar.

Ketika saya singgah di Makasar dan Batam, saya tidak menyia-nyiakan waktu untuk mencoba berkomunikasi dengan Aceh. Tetapi tetap sulit. Oleh karena itu saya terus bekerja dengan asumsi berdasarkan intelijen yang minim. Selama penerbangan pun saya menggelar peta dan bersama para menteri terkait mulai saya pelajari situasi serta rencana tindakan yang diperlukan.

Sementara itu, Ibu Ani nampak makin sedih. Ia mulai membayangkan tragedi kemanusiaan itu. Terbayang pula kesedihan yang tiada tara yang dialami oleh saudara-saudaranya yang ada di Aceh, yang kehilangan mereka-mereka yang disayanginya karena menjadi korban bencana tsunami tersebut.

Kehancuran Total dan Duka yang Mendalam

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com