Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Menkumham Jangan Campuri Konflik Golkar

Kompas.com - 04/12/2014, 10:32 WIB


PURWOKERTO, KOMPAS.com —
Pakar hukum tata negara dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Muhammad Fauzan, mengingatkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly agar tidak mencampuri konflik internal Partai Golkar.

"Sekarang kembali kepada aturan normatif saja, yakni Undang-Undang Partai Politik. Kalau ada persoalan atau konflik di internal partai politik, itu harus diselesaikan oleh mahkamah partai politik atau apa pun namanya," kata Fauzan di Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis (4/12/2014), seperti dikutip Antara.

Menurut dia, putusan mahkamah parpol yang akan menjadi dasar jika permasalahan tersebut dibawa ke pengadilan tata usaha negara apabila ada salah satu pihak yang tidak setuju.

Terkait sikap yang harus dilakukan Menkumham jika konflik internal Partai Golkar berujung pada dualisme kepemimpinan, dia mengatakan bahwa hal itu sebenarnya sederhana saja, asalkan Menkumham tidak mempunyai kepentingan politik.

"Yang bisa kita rasakan seperti itu, aroma kepentingan politik itu memang ada. Tapi, saya bicaranya dalam perspektif hukum tata negara," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.

Dia mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Yasonna selang satu hari setelah dilantik sebagai Menkumham menunjukkan adanya kepentingan politik.

Menkumham mengeluarkan surat keputusan terkait pengesahan perubahan susunan DPP Partai Persatuan Pembangunan dengan menyebutkan hanya ada satu DPP PPP, yaitu kepengurusan yang dipimpin oleh Ketua Umum DPP PPP Muhammad Romahurmuziy dan Sekretaris Jenderal Aunur Rofik.

"Itu (kepentingan politik) kelihatan sekali," katanya.

Lebih lanjut, Fauzan mengharapkan Golkar sebagai sebuah partai besar dan telah memiliki banyak pengalaman dapat menyelesaikan konflik internalnya secara elegan.

"Kalau mereka melepaskan kepentingan kelompok maupun individual, kemudian yang menjadi ukuran adalah bagaimana Golkar ke depan, saya pikir bisa diselesaikan dengan baik," katanya.

Menurut dia, persoalan yang muncul pada tubuh Partai Golkar karena adanya kelompok yang menginginkan agar partai berlambang pohon beringin itu berada di luar pemerintahan, sedangkan kelompok lainnya ingin di dalam pemerintahan. (Baca:Tiga Ormas Pendiri Golkar Dukung Jokowi-JK dan Tak Akui Aburizal)

Ia mengatakan bahwa dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar seperti yang disebutkan dalam sejumlah pemberitaan, tidak ada yang namanya presidium penyelamat. Akan tetapi, kata dia, sekarang muncul Presidium Penyelamat Partai Golkar.

"Sekarang tinggal kita kembalikan ke AD/ART. Kalau memang dalam AD/ART ada yang belum jelas sehingga menimbulkan perdebatan, itu memang sesuatu yang wajar dalam setiap pembuatan produk hukum," katanya.

Menurut dia, produk hukum merupakan kristalisasi dari kepentingan yang berseberangan. Kendati demikian, dia mengatakan bahwa produk hukum yang sudah jelas jangan ditafsirkan macam-macam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Nasional
Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Nasional
Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Nasional
Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com