Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/12/2014, 12:00 WIB


KOMPAS.com - Selama era Reformasi, pergantian kepemimpinan di Partai Golkar selalu berlangsung dinamis. Jago-jago terbaik dari Golkar senantiasa siap bertarung untuk memperebutkan kursi ketua umum. Sejarah baru tercipta saat hanya ada calon tunggal ketua umum pada Musyawarah Nasional IX 2014 di Bali.

Setelah politisi Golkar, Airlangga Hartarto, mengundurkan diri, Senin (1/12) malam, akhirnya hanya tersisa calon tunggal Aburizal Bakrie, Ketua Umum Golkar 2009-2014. Aburizal dipastikan kembali menjabat Ketua Umum Partai Golkar (2014-2019) setelah 547 suara dari total 543 suara mendukungnya.

Untuk pertama kali pada era Reformasi, jabatan Ketua Umum Partai Golkar akan digenggam untuk kedua kali secara berturut-turut. Setelah zaman berganti dari Orde Baru ke era Reformasi, demokratisasi sempat melanda Partai Golkar. Musyawarah Nasional Luar Biasa pada 9-11 Juli 1998 memunculkan Akbar Tandjung sebagai ketua umum (1998-2003) setelah mengalahkan Jenderal Edi Sudradjat. Munas VII Golkar di Bali pada Desember 2004 mengukuhkan Jusuf Kalla sebagai ketua umum (2004-2009). Ketika itu, Jusuf Kalla, yang menjabat sebagai wakil presiden, mengalahkan Akbar Tandjung dalam persaingan keras.

Sungguh menarik pertarungan dalam Munas VII Golkar di Bali, terlebih ketika Akbar Tandjung yang sukses menjaga tegaknya partai beringin dalam gelombang reformasi ternyata dikalahkan Jusuf Kalla. Pagi hari, Tandjung disanjung dalam forum laporan pertanggungjawaban, tetapi sore hari ditinggalkan pendukungnya yang memilih Jusuf Kalla.

Pada Munas VIII di Riau, Oktober 2009, terpilih Aburizal Bakrie, mengalahkan Surya Paloh. Dari total 538 suara, Aburizal mengantongi 297 suara, mengalahkan Surya Paloh dengan 240 suara. Pada 2011, Surya Paloh pun mendirikan Partai Nasdem yang sukses meraih 6,72 persen suara pada Pemilu Legislatif 2014.

Tidak salah jika hanya Aburizal Bakrie yang muncul. Tidak salah pula jika Aburizal ditetapkan secara aklamasi karena toh aklamasi juga perwujudan sistem demokrasi. Bukankah ada musyawarah untuk mufakat? Mufakat sebagai hasil dari sebuah musyawarah dalam praktik demokrasi Pancasila bahkan pernah diagung-agungkan. Kata mufakat mendapat nilai tertinggi, apalagi jika musyawarah sukses meruntuhkan perbedaan-perbedaan pendapat.

Persoalannya, ketika hanya ada calon tunggal, jelas tidak ada lagi musyawarah. Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar juga bukan hanya mendukung Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Golkar, melainkan juga Akbar Tandjung sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Golkar. Apakah tidak ada lagi kader Golkar yang bisa memimpin untuk memajukan Partai Golkar?

Dalam dunia perpolitikan di Indonesia, fenomena calon tunggal dan aklamasi juga akhir- akhir ini terjadi setiap pergantian kepemimpinan di parpol, tidak hanya di Golkar. Pada 1 September 2014, misalnya, Muhaimin Iskandar kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa dalam Muktamar PKB di Surabaya.

Romahurmuziy (Romy), pada Muktamar Partai Persatuan Pembangunan di Surabaya, 16 Oktober 2014, juga dipilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum PPP. Tidak ada calon lain yang mengimbangi Romy. Muktamar PPP versi Suryadharma Ali pada 31 Oktober 2014 juga secara aklamasi menetapkan Djan Faridz menjadi Ketua Umum PPP.

Aklamasi, kembali diingatkan, adalah bagian dari proses demokrasi. Namun, seandainya ada lebih dari satu calon ketua umum, boleh jadi ada manfaat ekstra bagi partai itu sendiri. Setiap calon akan beradu program. Makin sempurna persaingan, jelas makin meningkatkan mutu dari kandidat ketua umum. (HARYO DAMARDONO/HARRY SUSILO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com