Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Interpelasi, Potret Dinamika Politik

Kompas.com - 26/11/2014, 23:00 WIB


Oleh: Nurul Fatchiati

KOMPAS.com - Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi awal pekan lalu tak hanya melambungkan harga premium dan solar. Pasca kenaikan tersebut, wacana hak interpelasi lembaga legislatif pun turut melambung.

Pengajuan hak interpelasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada awal pemerintahan baru tak hanya berlangsung saat ini. Dari penelusuran terhadap kinerja lembaga legislatif, hak bertanya secara institusional tersebut selalu dimanfaatkan anggota Dewan dari masa ke masa. Interpelasi merupakan salah satu wujud pelaksanaan fungsi DPR terhadap lembaga eksekutif, yaitu fungsi pengawasan terhadap kebijakan yang ditempuh pemerintah dengan titik berat kepentingan masyarakat secara luas.

Menyimak perjalanan sejarah lembaga tinggi negeri ini, hubungan antara lembaga legislatif dan eksekutif cenderung dinamis. Kecuali pada masa Orde Baru, relasi antara DPR dan pemerintah relatif naik turun sejalan peta kekuatan politik yang terbangun pasca pemilihan umum legislatif. Polarisasi kubu dalam tubuh DPR secara tidak langsung memengaruhi kinerja DPR, termasuk dalam pemanfaatan fungsi pengawasan.

Interpelasi adalah salah satu fungsi pengawasan yang paling kerap digunakan lembaga legislatif terhadap lembaga eksekutif. Tarik-menarik kekuatan politik di Senayan relatif berpengaruh pada pembentukan materi dan frekuensi interpelasi DPR terhadap pemerintah.

Hak institusi

Sejatinya, hak interpelasi dipergunakan DPR untuk meminta keterangan kepada presiden atas keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. DPR sebagai institusi berhak bertanya jika kebijakan yang diambil dipandang dapat menimbulkan masalah atau berdampak pada kehidupan masyarakat. Hak tersebut secara eksplisit dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam perubahan atau amandemen kedua. Tak ada perubahan esensial terhadap hak interpelasi kecuali syarat kuantitatif atau jumlah pengusul untuk pelaksanaan hak tersebut dari 13 anggota Dewan lintas fraksi menjadi 25 orang inisiator.

Selain hak institusi, sebenarnya setiap anggota Dewan juga punya hak bertanya secara individual. Akan tetapi, hak tersebut sangat jarang dipergunakan karena tradisi kolegial yang terbangun dalam tubuh DPR. Keterikatan dan ketergantungan terhadap kebijakan partai politik turut meminimalkan keleluasaan anggota DPR untuk menyuarakan aspirasi rakyat secara individu. Tak heran, interpelasi menjadi katarsis untuk menyalurkan hak bertanya melalui penggalangan kesepahaman.

Kisah interpelasi

Pada masa Orba, hak interpelasi pernah diajukan oleh 25 anggota DPR periode 1977-1982 menyangkut kebijakan pemerintah yang dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978 tentang normalisasi kehidupan kampus (NKK). Para inisiator meminta kebijakan tersebut ditinjau kembali. Usul tersebut gugur karena kalah dalam seteman atau voting pada rapat paripurna DPR 11 Februari 1980.

Pada periode yang sama, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga pernah mengajukan hak angket untuk menyelidiki kasus Pertamina. Akan tetapi, rintisan pemanfaatan hak angket layu sebelum berkembang setelah gagal di tingkat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

Upaya interpelasi dan hak angket pada masa Orba barangkali adalah kisah yang cukup fenomenal mengingat pada masa tersebut hegemoni lembaga eksekutif terhadap lembaga legislatif besar. Tak heran, sepanjang rentang 32 tahun dengan enam periode pergantian anggota DPR tercatat hanya terjadi satu kali upaya interpelasi.

Sejak DPR Sementara (DPRS) pada tahun 1950 hingga DPR periode 1997-1999 tercatat sedikitnya 38 kali hak interpelasi digunakan. Pada era DPR Republik Indonesia Serikat (RIS), misalnya, terdapat dua usul interpelasi, yaitu tentang korban "Madiun Affair" yang diajukan MH Dalijono dan kawan-kawan serta tentang Timor Timur yang diusulkan 38 orang dari empat fraksi berbeda. Pada DPR pasca reformasi urusan Timor Timur kembali menjadi fokus interpelasi pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Megawati Soekarnoputri dengan titik berat persoalan yang berbeda (lihat tabel di atas).

Potret

Interpelasi secara sederhana adalah pantulan dari polarisasi kekuasaan yang memengaruhi relasi lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif. Jika ditelisik lebih jauh, interpelasi adalah cerminan dari peta politik dalam tubuh DPR. Interpelasi adalah produk dari tarik-menarik kekuatan kubu-kubu yang bertakhta di Senayan. Indikasi tersebut dapat dicermati dari polarisasi materi dan pengusul interpelasi.

Potret tersebut sangat jelas tercetak pada wacana interpelasi kali ini. Materi yang akan diinterpelasi adalah kebijakan kenaikan harga BBM oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo yang diusung oleh koalisi partai politik yang relatif lebih lemah eksistensinya di lembaga legislatif. Sementara para inisiator interpelasi datang dari kubu yang berseberangan.

Maka, tidaklah berlebihan jika interpelasi dikonotasikan sebagai potret dinamika politik pada zamannya. (Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com