"Akan terjadi kekosongan hukum jika Perppu ditolak," kata Yusril, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Ia menyarankan, jika Perppu Pilkada ditolak, sebaiknya Presiden Joko Widodo tak kembali mengeluarkan Perppu untuk menutup kevakuman hukum. Pasalnya, langkah tersebut juga berpotensi kembali ditolak oleh DPR. Langkah terbaik, kata Yusril, pemerintah atau DPR harus berinisiatif mengusulkan pembuatan undang-undang yang baru.
Cara lainnya adalah DPR menerima Perppu tersebut, tetapi dibuat kesepakatan dengan pemerintah untuk diamandemen setelahnya.
"Terserah DPR apa yang mau dilakukan," ujarnya.
Oleh karena itu, Yusril meminta Presiden Joko Widodo mencari solusi terbaik untuk mengantisipasi ditolaknya Perppu Pilkada. Dalam hal ini, ia juga mendorong pemerintah melakukan komunikasi yang baik dengan DPR untuk memuluskan persetujuan Perppu tersebut.
"Tanya Jokowi bagaimana dia mengatasinya. Ini masalah besar bagi konstitusi. Ini masalah bangsa. Kalau Perppu ditolak, akan ada kevakuman hukum. Daerah-daerah akan bergejolak," ujarnya.
Sebagai informasi, Perppu Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir masa jabatannya untuk membatalkan UU Pilkada yang disahkan DPR. Bersamaan dengan itu, SBY juga mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
SBY menyatakan, penerbitan kedua Perppu tersebut merupakan bentuk perjuangannya bersama rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.