Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jokowi Dinilai Tepat Menunda Rapat dengan DPR

Kompas.com - 25/11/2014, 09:01 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Langkah Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri untuk menunda rapat bersama DPR dinilai tepat. Pemerintah akan terseret masuk dalam masalah di parlemen jika menghadiri rapat sebelum dualisme di DPR selesai.

"Ketika eksekutif melihat masih ada dualisme di DPR, maka menunda rapat saya pikir jadi keputusan paling tepat. Daripada hadir rapat, tapi legalitasnya bermasalah," kata Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya saat dihubungi, Selasa (25/11/2014).

Yunarto menjelaskan, Presiden Jokowi adalah pemimpin pemerintahan dan posisinya harus ditempatkan di luar KMP atau KIH. Ketika pembantu Jokowi mengikuti rapat bersama DPR saat konflik belum selesai, maka hal itu dikhawatirkan memicu penolakan dari salah satu kubu yang berselisih.

Yunarto menduga ada dua alasan utama yang mendorong Presiden Jokowi melarang para pembantunya rapat bersama DPR. Pertama, Jokowi dianggap terpaksa mengeluarkan arahan itu untuk memastikan legalitas rapat bersama DPR. Alasan kedua, dari kacamata psikologi politik, Jokowi sedang menyindir DPR secara kelembagaan untuk segera menyelesaikan polarisasi.

Menurut Yunarto, DPR mengakui tengah menghadapi masalah karena bersedia merevisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kesepakatan antara KMP dan KIH. "Ini seperti sindiran dari Jokowi, seperti tamparan keras yang memaksa legislatif untuk segera menyelesaikan permasalahannya. Harusnya DPR berkaca diri," ujarnya.

Presiden Jokowi mengakui adanya larangan bagi para menteri dan pejabat terkait untuk menghadiri rapat-rapat dengan DPR. Jokowi menegaskan, pemerintah baru akan menghadiri undangan rapat apabila DPR sudah bersatu.

"Nanti, kalau Dewan sudah rampung. Kan juga baru, kan baru kerja sebulan dipanggil-panggil apanya," kata Jokowi di Istana Bogor, Senin.

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan, pemerintah hanya tidak ingin keliru jika datang pada rapat DPR pada saat masih ada polemik di lembaga tersebut. Perdamaian antara kubu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat masih berproses dengan merevisi UU No 17/2014 tentang MD3. "Biar di sana sudah rampung, sudah selesai, baru (hadiri undangan)," ujar Jokowi.

Kemarin, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak hadir dalam rapat dengar pendapat antara panitia pelaksana pemilihan pimpinan KPK dan Komisi III DPR RI. Yasonna mengikuti rapat kerja kabinet di Istana Negara. Adapun Menteri BUMN Rini M Soemarno meminta kepada DPR untuk sementara waktu tidak mengundang jajaran pejabat BUMN untuk melakukan rapat dengar pendapat (baca: Rini Larang Pejabat BUMN Rapat di Senayan, Ini Komentar Pimpinan DPR). Permintaan Rini itu disampaikan melalui sebuah surat yang dilayangkan ke DPR, Kamis (20/11/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com