Dia menilai ada manipulasi demokrasi di internal Partai Golkar. "Sungguh keterlaluan apa yang terjadi saat ini. Demokrasi dipaksakan untuk kepentingan sejumlah kelompok," kata Mekeng di Jakarta, Jumat (21/11/2014) malam.
Mekeng menjelaskan, selama ini, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie selalu menyatakan Munas akan digelar Januari 2015. Hal itu sesuai dengan rekomendasi Munas, tahun 2009 lalu. Hal itu pun diperkuat oleh rapat pleno DPP Partai Golkar, dua pekan lalu.
Aburizal, lanjut Mekeng, menolak semua upaya mempercepat Munas pada 8 Oktober 2014 lalu sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai. Bahkan dia memecat sejumlah kader yang terus mendorong percepatan Munas.
"ARB (Aburizal) menjilat ludahnya sendiri. Sikap awalnya yang mati-matian menolak Munas dipercepat, malah membalikkannya dengan Munas dipercepat. Padahal para kader sudah menerimanya untuk Munas pada tahun 2015," ujar Mekeng.
Hal yang lebih mengherankan, lanjut Mekeng, percepatan Munas itu secara serempak disampaikan para Ketua Dewan Pimpinan Daerah tingkat I (provinsi). Padahal sebelumnya, mereka pula yang mati-matian menolak Munas dipercepat.
"Ini patut dipertanyakan, ada apa? Apa karena sudah menerima sesuatu. Demokrasi sepertinya sudah diskenario," ujar anggota Komisi XI DPR ini.
Keadaan ini, kata dia, membuat seolah-olah Partai Golkar adalah milik pribadi Aburizal dan keluarganya. Partai diperlakukan layaknya sebuah CV yang kepemilikannya adalah pribadi dan dipimpin langsung oleh pemilik.
"PT (perseroan terbatas) masih lebih baik karena ada komisaris, dewan komisaris, pengawas dan sebagainya. Ini seperti CV, yang kepemilikannya adalah Aburizal," kata Mekeng.
Dia meyakini, pada Munas yang dijadwalkan pada 30 November mendatang, akan muncul calon kuat yang mampu mengalahkan Aburizal. Sejauh ini, sudah ada tujuh calon lain yang siap bertarung, yakni Priyo Budi Santoso, Hajriyanto Y Thohari, Agung Laksono, MS Hidayat, Agus Gumiwang Kartasasmita, Airlangga Hartarto, dan Zainuddin Amali.
"Yang mencalonkan menjadi Ketum bukan hanya ARB tetapi ada calon lain. Karena itu nanti dilihat siapa pemenangnya," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.