JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen Pol Arthur Tampi menegaskan, keperawanan bukan menjadi faktor lulus tidaknya seseorang dalam tes penerimaan menjadi seorang polwan. Arthur mengatakan, jika ada seorang calon peserta yang tidak perawan, tetapi kesehatan organ lainnya masih baik, peserta tersebut masih memiliki kesempatan untuk lolos seleksi.
"Tidak ada istilah tidak lulus karena tidak perawan," ujar Arthur, dalam jumpa pers di Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Jumat, (21/11/2014).
Arthur mengatakan, dalam tes seleksi penerimaan anggota Polri terdapat tes kesehatan. Di dalamnya, terdapat pemeriksaan organ reproduksi, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Tes tersebut dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat penyakit atau kelainan bawaan dalam organ reproduksi calon peserta tersebut.
Khusus pada pemeriksaan kelamin perempuan, tim dokter hanya memeriksa dengan cara melihat, tanpa menyentuh bagian kelamin tersebut. "Tidak ada istilah memeriksa keperawanan," ucap Arthur.
Dalam tes tersebut, lanjut Arthur, memang terdapat istilah gradasi penilaian sehingga calon peserta yang tes kesehatannya, termasuk organ produksinya baik, akan memiliki nilai lebih tinggi dibanding yang memiliki penyakit atau kelainan bawaan.
Human Rights Watch mengungkap adanya tes keperawanan diketahui setelah melakukan wawancara kepada sejumlah perempuan yang merupakan polwan, mantan polwan, atau pernah mendaftar sebagai calon polwan. Tim HRW juga melakukan wawancara dengan dokter polisi, tim evaluasi seleksi polisi, anggota Komisi Kepolisian Nasional, serta aktivis perempuan. Wawancara dilakukan antara Mei dan Oktober 2014 di enam kota, yaitu Bandung, Jakarta, Padang, Pekanbaru, Makassar, dan Medan.
HRW menjelaskan, tes itu dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 36 menyebutkan, calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetrics dan gynaecology (rahim dan genitalia).
"Tes keperawanan yang dilakukan polisi merupakan praktik diskriminasi yang melanggar dan mempermalukan perempuan," kata Nisha Varia, Associate Director untuk Hak Perempuan di HRW, seperti dikutip dari situs HRW. "Mabes Polri harus membatalkan tes itu secepatnya dan secara jelas, dan memastikan perekrutan polisi di seluruh wilayah untuk menghentikan itu," lanjut Nisha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.