JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Amnesty International yang berfokus pada isu HAM dan kebebasan beragama, berharap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dapat menghapus undang-undang penodaan agama.
"Undang-undang penodaan agama di Indonesia menantang hukum dan standar-standar hukum internasional," ujar Direktur Riset Asia Tenggara dan Pasifik Amnesty International Rupert Abbott, dalam konferensi pers di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2014).
Menurut lembaga tersebut, Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang pencegahan, penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, tidak relevan dan melanggar serangkaian komitmen HAM internasional yang juga diakui Indonesia. Menurut Rupert, gelombang pengadilan terhadap kasus penodaan agama harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, di mana penghormatan terhadap kebebasan beragama telah mengalami kemunduran.
Laporan Amnesty International dalam satu dekade terakhir, kelompok-kelompok minoritas secara meningkat telah dijadikan sasaran kekerasan. Dalam laporan berjudul "Mengadili Keyakinan", yang dikeluarkan Amnesty, jumlah angka penghukuman dalam kasus penodaan agama selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, semakin tinggi.
Sejak tahun 2004, data Amnesty menunjukkan, setidaknya ada 106 individu yang dipidana di bawah undang-undang penodaan agama. Sebagian besar dari yang ditangkap, dipidana karena memiliki pandangan dan keyakinan religius minoritas. Untuk itu, Rupert mengatakan, pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Jokowi, memiliki sebuah kesempatan untuk memperbaiki situasi dalam isu kebebasan beragama.
"Sangat menyentuh untuk mendengar Presiden Joko Widodo membuat komitmen HAM. Saat ini merupakan waktunya untuk mewujudkan hal itu," kata Rupert.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.