JAKARTA, KOMPAS.com — Menjelang upaya islah antarkoalisi di parlemen, Koalisi Indonesia Hebat justru berbeda pendapat soal kesepakatan jalan damai. Partai Nasdem dan Partai Hanura menolak revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) untuk menambah kursi pimpinan alat kelengkapan Dewan (AKD).
Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Malik Haramain, mengatakan bahwa melakukan revisi itu merupakan satu-satunya jalan yang bisa dilakukan DPR agar KIH mendapat ruang menduduki kursi pimpinan AKD. Ia menampik ada upaya transaksional untuk mewujudkan jalan damai tersebut.
"Coba tanya ke mereka kalau menolak revisi, lalu solusinya apa? Lobi dan musyawarah untuk tidak mengubah undang-undang sudah berkali-kali dilakukan dan sudah mentok. Jadi, partai jangan ikut-ikut sebut ini transaksional, masa partainya sendiri ngomong begitu," kata Malik saat dihubungi, Selasa (11/11/2014).
Malik mengaku bahwa jalan keluar melalui revisi UU MD3 merupakan upaya pragmatis yang dilakukan partai di parlemen dalam menghadapi perseteruan yang tak kunjung usai. Yang terpenting, kata dia, DPR dapat mulai bekerja.
"Daripada jadi vakum begini, ini bagian dari jalan tengah. Prinsipnya tidak boleh menabrak konstitusi, maka jalan tengahnya mengubah konstitusinya," ucap dia.
Malik yakin bahwa masyarakat akan lebih menerima gagasan itu daripada melihat DPR yang terus berseteru dan tidak memulai tugasnya. Dalam revisi UU MD3, PKB juga akan mengawal bahwa pasal yang diubah hanya terkait dengan jumlah pimpinan AKD.
"Jalan yang paling aman, solusinya adalah menambah pimpinan AKD dengan mengubah Undang-Undang MD3 dan tata tertib. Saya yakin kalau semua fraksi dan pimpinan sepakat, cepat kok diselesaikan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.