"Agama lain itu dibiarkan hidup, tetapi dibiarkan apa adanya. Jadi, silakan saja mereka beragama apa saja, tapi pemerintah tidak memberikan servis," kata Mubarok di kantor Kementerian Agama, Senin (10/11/2014).
Mubarok menjelaskan, selama Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama tidak diubah, pemerintah hanya bisa memberikan fasilitas kepada pemeluk agama yang sudah diakui, yakni Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu.
"Di dalam undang-undang, agama yang dilayani pemerintah itu hanya enam. Selama itu tidak diubah, tak bisa difasilitasi," imbuh dia.
Dengan kondisi itu, alhasil, pemeluk aliran kepercayaan tak mendapat akses akan pendidikan, perkawinan, hingga pemakaman jika tidak memilih salah satu agama dalam administrasi. (Baca:
Setara: Hapus Kolom Agama atau Semua Agama atau Kepercayaan Bisa Dicantumkan dalam KTP)
Meski demikian, Mubarok mengklaim pemerintah tak melupakan mereka. Salah satu bentuknya, sebut dia, adalah dengan membiarkan aliran kepercayaan itu tetap hidup, tetapi tidak membatasi.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri menginginkan agar penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi bisa mengosongkan kolom agama dalam KTP. Jika ada pihak yang menolak rencana tersebut, pihaknya meminta agar diberikan jalan keluar untuk mengatasi persoalan itu. (Baca: Mendagri: Apakah Orang di Luar Penganut 6 Agama Tidak Boleh Punya KTP?)
Adapun Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, rencana pemerintah untuk mengosongkan kolom agama dalam KTP bagi para penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi merupakan bagian dari upaya untuk melindungi hak warga negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.