”Kejaksaan harus meningkatkan kinerjanya dalam menyidik perkara TPPU (tindak pidana pencucian uang) dengan mengikuti aliran dana dari perbuatan korupsi. Kejaksaan juga harus mengoptimalkan laporan analisis transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan PPATK,” kata Yusuf, Jumat (7/11), di Jakarta.
Dengan menggunakan pasal pencucian uang, penyidik dapat merampas aset atau kekayaan yang berasal dari hasil korupsi. Penyidik juga bisa menyita harta kekayaan yang tidak bisa dijelaskan asal-usulnya karena diduga berasal dari korupsi.
Selain memprioritaskan perkara TPPU, kejaksaan harus membenahi sumber daya manusia. ”Kejaksaan perlu memperbanyak SDM yang berkemampuan menyidik kasus korupsi,” katanya.
Desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mengumumkan nama Jaksa Agung terus muncul. Presiden, seperti dikatakan peneliti senior dari Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo, diminta mengoptimalkan hak prerogatif dalam menentukan Jaksa Agung. ”Presiden harus bergerak sesuai program yang disusun. Banyak rekomendasi, tetapi semua kembali lagi kepada Presiden,” kata Karyono, Jumat.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon K Palma juga mendesak Presiden segera menetapkan Jaksa Agung. ”Makin lama ditetapkan hanya akan menyebabkan makin kuatnya tarik-menarik kepentingan,” ujarnya.
Alvon pun menyatakan keheranannya. ”Masyarakat sipil sudah berdebat soal calon Jaksa Agung sebelum kabinet terpilih. Namun, setelah kabinet terpilih dan bekerja, Jaksa Agung belum juga terpilih,” katanya.
Menurut Alvon, bagi YLBHI, Jaksa Agung dari luar partai politik tetap harga mati. ”Lebih baik memang Jaksa Agung tidak berasal dari partai politik, terutama karena menteri di bidang hukum dan HAM adalah kader partai politik,” katanya.
Perlu penelusuranPeneliti senior dari Transparency International Indonesia, Fahmi Badoh, berpendapat, rekam jejak calon Jaksa Agung perlu ditelusuri KPK dan PPATK. Hal ini mengingat posisi Jaksa Agung sangat rentan dan banyak asumsi publik terkait jaksa tidak bersih. Bahkan, ia menyarankan calon Jaksa Agung juga menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
”Harus mau (calon Jaksa Agung) diperiksa KPK dan PPATK. Ini untuk menjaga kredibilitas karena posisi Jaksa Agung ini jabatan strategis,” ujar Fahmi.
Advokat senior Todung Mulya Lubis mengungkapkan hal senada. Jika Presiden memang berkomitmen memberantas korupsi, pemilihan penuntut hukum tertinggi ini harus melibatkan KPK dalam penelusuran rekam jejak. Sebab, ekspektasi publik terhadap langkah pemberantasan korupsi di pemerintahan ini cukup tinggi. ”Ini pertaruhan bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jika memilih tanpa memperhatikan rekam jejak, dan ternyata Jaksa Agung terpilih bermasalah, dapat mengacaukan kinerja,” kata Todung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana enggan menanggapi jika KPK ikut dilibatkan dalam penelusuran rekam jejak calon Jaksa Agung. ”Kalau dari internal, ada jenjang karier yang dilihat dan menandakan rekam jejaknya,” ujar Tony. Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.