Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Tak Boleh Abaikan Masukan KPK soal Calon Menteri Bertanda Kuning dan Merah

Kompas.com - 23/10/2014, 09:56 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP Partai Golkar Tantowi Yahya mengatakan, Presiden Joko Widodo harus mempertimbangkan masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang memberikan tanda merah dan kuning terhadap sejumlah nama calon menteri yang diajukan Jokowi. Calon-calon ini dinilai KPK berpotensi terjerat kasus korupsi.

Tantowi mengatakan, Jokowi harus segera mengganti nama-nama yang dianggap bermasalah itu dengan calon baru. Menurut Tantowi, hal ini tak akan mudah dilakukan Jokowi mengingat ada tarik-menarik kepentingan politik dalam menempatkan seseorang sebagai menteri.

"Nama-nama (yang bermasalah) itu kan kadung bocor ke masyarakat. Apabila Jokowi tidak menggantinya, tentu harus siap menghadapi KPK," kata Tantowi kepada Kompas.com, Kamis (23/10/2014).

Menurut dia, penilaian KPK tidak dapat diabaikan karena merupakan hasil penelusuran rekam jejak. Terlebih lagi, kata dia, Ketua KPK Abraham Samad telah mengingatkan Jokowi untuk mengindahkan masukan KPK.

Tantowi menambahkan, Jokowi harus peka terhadap peringatan yang diberikan KPK. Apabila calon menteri yang telah ditandai terpilih dan KPK membuktikan omongannya, itu akan menghambat kinerja pemerintahan Jokowi.

"Rekomendasi ini harus diindahkan apabila Jokowi tidak ingin dicap tidak responsif. Memang tidak mudah karena pasti akan terjadi tarik-menarik kepentingan ketika akan menggantinya," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Abraham Samad mengatakan, jika tetap memasukkan nama-nama calon dengan tanda merah dan kuning dalam kabinetnya, hal itu berisiko bagi Jokowi.

"Artinya, kalau merah tidak lama lagi, mungkin satu tahun (akan ditetapkan sebagai tersangka korupsi). Kalau kuning, mungkin dua tahun lagi. Tetapi, yang jelas, antara yang diberi tanda merah dan kuning itu tidak boleh jadi menteri," kata Samad, di Gedung KPK, seusai bertemu dengan Jokowi di Istana Presiden.

Sebelumnya, Jokowi menyebutkan, ada delapan nama yang dinilai tidak layak menjadi menteri dalam kabinetnya. Hal itu dikatakan Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (22/10/2014).

"Kemarin kan kami menyampaikan itu (nama-nama calon menteri) kepada KPK dan PPATK. Ada delapan nama yang tidak diperbolehkan," ujar Jokowi.

Jokowi enggan menyebutkan siapa saja dan dugaan kasus yang melibatkan delapan nama itu, termasuk latar belakang kedelapannya, apakah dari kalangan profesional atau partai politik.

"Tidak bisa saya sebutkan," ujar Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com