Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bila Angkat Sri Mulyani Jadi Menteri, Jokowi Disebut Khianati "Tri Sakti"

Kompas.com - 14/10/2014, 22:40 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com  Presiden terpilih Joko Widodo diminta tak mengakomodasi berbagai opini publik dan lembaga untuk menjadikan Sri Mulyani Indrawati sebagai salah satu menteri dalam kabinetnya mendatang. Pengangkatan Sri Mulyani menjadi menteri akan tak sejalan dengan semangat Tri Sakti yang didengungkan Jokowi selama ini.

"Kenapa banyak kalangan nasionalis begitu risau dengan kelompok neolib ini? Jawabnya sederhana, karena kaum neolib mengambil posisi sebagai pejuang-pejuang 'internasionalisme' atau 'globalisme'," kata pengamat Ichsanuddin Noorsy di Jakarta, Selasa (14/10/2014).

Menurut Noorsy, kelompok neolib dengan tekanan pada mekanisme pasarnya telah menorehkan catatan buruk bagi ekonomi Indonesia. Misalnya, liberalisasi perbankan, keuangan, dan perdagangan, sehingga Indonesia terkena krisis ekonomi moneter 1997/1998.

Mereka, kata Noorsy, juga merestrukturisasi perekonomian nasional berdasarkan titah IMF dan sangat demikian patuh terhadapnya. Kelompok neolib, lanjut Noorsy, memiliki peran pula di balik pembentukan Dewan Ekonomi Nasional pada era Abdurrahman Wahid sehingga tidak ada kebijakan yang tidak bocor ke Bank Dunia, IMF, dan lembaga asing lain.

"Lalu mereka duduk lagi di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I yang mengakibatkan utang program makin meningkat sehingga peraturan dan kebijakan perekonomian nasional makin liberal," kecam Noorsy.

Noorsy melanjutkan, kelompok itu pun membela bahwa bail out Bank Century adalah benar. Kebijakan itu disebut tidak bisa dipidanakan, sementara KPK telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara bagi Budi Mulya.

"Yang lebih mengagumkan lagi, mereka telah membuat ketimpangan di berbagai hal. Dari ketimpangan pendapatan, ketimpangan intelektual, ketimpangan sektoral, ketimpangan regional, hingga ketimpangan sosial," tambah Noorsy.

Noorsy menambahkan, kebanyakan kaum neolib selama ini juga "berkeringat" menjadi perpanjangan tangan atau memberi akses kalangan asing, dan pengasong kepentingan tertentu ke pemegang kekuasaan.

"Itu bukti mereka berjasa. SBY saja tidak peduli dan tetap menjadikan Chatib Basri sebagai Kepala BKPM dan lalu menjadi Menkeu, walau sudah diinfokan Kwik Kian Gie dan Sri Edi Swasono bahwa yang bersangkutan gagah menyatakan, kantongi nasionalisme," papar Noorsy.

Karenanya, lanjut Noorsy, seharusnya Jokowi-JK benar-benar memaknai Revolusi Mental, Trisakti Bung Karno, atau Nawacita. Seorang presiden dan wakil presiden, kata dia, harus selalu ingat sumpahnya memegang teguh konstitusi.

"Yang berarti, siapa pun presidennya, harus konsisten dengan amanah konstitusi sebagaimana Megawati menegaskannya dalam Pidato Pembukaan Rakernas PDI-P di Semarang, 19 Oktober 2014," tegas Noorsy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com