JAKARTA, KOMPAS.com — Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo mengibaratkan proses demokrasi di parlemen belakangan ini bak aksi persekongkolan "penjahat".
"Misalnya, ada 30 orang di ruangan ini, lalu yang berkomplot ada 20 orang. Nah, yang 20 orang penjahat ini bersekongkol dalam voting menyebut tembok warnanya biru, padahal coklat. Itulah yang terjadi di DPR sekarang," kata Hermawan dalam Diskusi Publik Selamatkan Demokrasi Indonesia yang diselenggarakan LIPI di Jakarta, Jumat (10/10/2014), seperti dikutip Antara.
Dia mengatakan, demokrasi persekongkolan seperti itu mengkhawatirkan. Terlebih lagi, menurut dia, mereka yang dapat dikategorikan sebagai "penjahat" di DPR punya jumlah cukup besar.
"Mungkin di DPR kalau isinya 30 orang, 'penjahat'-nya itu 31 orang," seloroh Hermawan.
Hermawan menegaskan, LIPI merasa perlu bersuara terkait proses demokrasi yang belakangan terjadi di parlemen. Peneliti LIPI, menurut dia, sama sekali tidak sedang terlibat dalam sebuah langkah politik praktis.
"Kalau peneliti mau jadi politisi, lepaskan dulu jabatannya sebagai peneliti, itu boleh," ujar dia.
Sebelumnya, proses pemilihan pimpinan DPR RI dan MPR RI dilakukan dengan proses voting. Dengan proses seperti itu, suara mayoritas yang diperhitungkan. Akhirnya, fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih bersama Fraksi Partai Demokrat menyapu bersih jajaran kursi pimpinan DPR RI dan MPR RI periode 2014-2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.