JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan membuka Bali Democracy Forum (BDF) VII pada Jumat (10/10/2014). Hal itu disampaikan Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah.
Faizasyah menjelaskan, Presiden akan memimpin sesi diskusi paruh pertama setelah membuka secara resmi pertemuan tahunan itu.
"BDF yang diprakarsai Presiden Yudhoyono merupakan acara tahunan yang telah menjadi bagian dari kalender kegiatan diskursus demokrasi di Asia Pasifik, yang melibatkan wakil-wakil pemerintah di kawasan tersebut," kata Faizasyah dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis (9/10/2014), seperti dikutip Antara.
Ia mengatakan, sejak pencetusannya pada 2008, BDF ditujukan sebagai forum untuk meningkatkan kerja sama regional dan internasional di bidang pemajuan demokrasi yang bersifat inklusif. Pendekatan yang diterapkan BDF adalah saling bertukar pengalaman terbaik masing-masing negara dalam proses berdemokrasi.
BDF VII akan dipimpin bersama oleh Presiden SBY dengan Presiden Filipina Benigno Simeon Aquino III. Selain itu, BDF VII juga akan dihadiri oleh dua kepala negara lain, yakni Sultan Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah dan PM Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao.
Tema besar yang diambil dalam BDF tahun ini yaitu "Evolving Regional Democratic Architecture", mencerminkan optimisme bersama bahwa bangunan demokrasi sejatinya terus tumbuh di kawasan Asia Pasifik, baik dalam konteks perkembangan di tataran domestik satu negara maupun dalam lingkup organisasi-organisasi kerja sama di kawasan. Adapun melalui subtema BDF "The Challenges of Political Development, Public Participation and Socio-Economic Progress in The 21st Century", Indonesia mengajak para peserta untuk memberikan perhatian yang lebih besar atas isu-isu pokok yang kerap dipertanyakan dan dihadapi dalam proses satu negara memajukan demokrasi," papar Faizasyah.
Ia menambahkan, "BDF merupakan forum yang dirancang untuk saling bertukar pandangan dan pengalaman terbaik dalam upaya memajukan demokrasi di satu negara maupun kawasan. Sebagai satu proses yang dinamis, demokrasi terlebih lagi di negara-negara yang tengah melakukan konsolidasi demokras, terus mencari bentuknya yang terbaik. Oleh karenanya, forum ini memberi ruang seluas-luasnya bagi para peserta untuk saling belajar, bahkan untuk Indonesia sekalipun."
Menurut Faizasyah, kehadiran Presiden Filipina memiliki arti yang tersendiri, mengingat Filipina merupakan salah satu negara terawal di kawasan yang menerapkan sistem demokrasi. Dengan demikian, banyak hal yang dapat dipelajari bersama dari pengalaman Filipina.
Sebelumnya, 11 dari 14 organisasi masyarakat sipil yang diundang ke Bali Civil Society Forum 2014, 8-9 Oktober 2014, menolak hadir. Forum internasional untuk membahas demokrasi itu merupakan forum yang digelar Institute for Peace and Democracy menjelang BDF. (Baca: Bali Democracy Forum yang Dihadiri SBY Ditinggalkan Pegiat Demokrasi)
Sebanyak 11 organisasi yang menolak hadir adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Kontras, Migrant Care, Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), Perludem, Yappika, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Elsam, dan Fitra.
Ketidakberpihakan negara pada penguatan demokrasi itu dinilai dari sejumlah undang-undang yang disahkan, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), dan UU No 22/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.