Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Atas DPR Masih Ada Rakyat

Kompas.com - 03/10/2014, 15:29 WIB

Oleh: Ikrar Nusa Bhakti

KOMPAS.com - PARA anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014-2019 yang baru dilantik pada Rabu, 1 Oktober 2014, mempertontonkan sidang paripurna yang tidak apik untuk ditonton, kalau tidak dapat dikatakan memuakkan.

Pada Rabu malam hingga Kamis (2/10) dini hari itu, hujan interupsi dan teriakan begitu membahana, hanya untuk menentukan apakah sidang berlanjut malam itu atau ditunda keesokan harinya. Semua ini terkait dengan jadwal sidang untuk memilih pimpinan DPR dalam satu paket yang harus disetujui oleh paling sedikit lima fraksi yang berbeda.

Sidang Paripurna DPR dini hari itu akhirnya dimenangi koalisi partai pendukung Prabowo-Hatta yang menyebut dirinya Koalisi Merah Putih (KMP) ditambah Fraksi Partai Demokrat  yang menyapu bersih semua posisi pimpinan di DPR.

Kelima pimpinan DPR periode 2014-2019 tersebut adalah Ketua Setya Novanto (Fraksi Partai Golkar), Agus Hermanto (Demokrat), Taufik Kurniawan (PAN), Fahri Hamzah (PKS), dan Fadli Zon (Gerindra).  Ini berarti koalisi partai pendukung Prabowo-Hatta yang kalah pada Pemilu Presiden 2014 memenangi pertarungan politik di Dewan yang dapat dikatakan the loser takes all.

Pertanyaan yang muncul di benak kita adalah, pertama, tidak adakah lagi prinsip kebersamaan (togetherness), kebijaksanaan (wisdom), dan musyawarah mufakat dalam politik Indonesia masa kini dan mendatang?

Kedua, apakah politik Indonesia lebih ditentukan oleh personalisasi,  adu kekuatan, dan balas dendam politik antar-aktor yang memiliki hegemoni dan dominasi kekuasaan di partai atau koalisi partai?

Ketiga, tidakkah kepentingan bangsa, rakyat, dan negara seharusnya lebih didahulukan ketimbang kepentingan individu, kelompok, dan partai seperti sumpah dan janji para anggota DPR yang terhormat?

Keempat, apakah pemerintahan Jokowi-JK akan menjadi pemerintahan yang bagaikan ”Bebek Lumpuh” (lame-duck government) dalam lima tahun ke depan?

Kelima, masih adakah titik terang dari jalan buntu politik dalam hubungan eksekutif dan legislatif ke depan?

Personalisasi politik

Pada siang harinya, sebenarnya Partai Demokrat (PD) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sama posisinya dengan koalisi empat partai pendukung Jokowi-JK, yakni PDI-P, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura, yang menginginkan agar rapat pemilihan paket pimpinan Dewan dilaksanakan pada Kamis, 2 Oktober 2014. PPP akhirnya berubah sikap dan kembali ke koalisi partai pendukung Prabowo-Hatta, sementara PD juga mendesak rapat dilanjutkan malam itu juga.

Posisi PD ini terjadi akibat gagalnya pertemuan antara Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang sedianya akan dilakukan di Hotel Sultan pada Rabu (1/10) malam.

Di satu sisi, Presiden SBY yang juga Ketua Umum PD membuat pernyataan pers yang menyayangkan gagalnya pertemuan antara dirinya dan Megawati. Padahal, jika pertemuan tersebut terjadi, kedua pemimpin itu dapat duduk bersama untuk membicarakan bagaimana menyelamatkan bangsa ini dari situasi ”pemerintahan yang terbelah” ini.

Di sisi lain, politisi senior PDI-P, Pramono Anung, menyatakan kepada pers bahwa Megawati mau bertemu dengan SBY pada Rabu malam itu asalkan didahului kerja sama antara PD dan PDI-P beserta koalisinya dalam mengegolkan paket pimpinan Dewan versi koalisi partai pendukung Jokowi-JK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com