Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negarawan Berani dan Jujur Nyaris Hilang

Kompas.com - 02/10/2014, 14:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Negarawan yang berani dan jujur semakin langka, bahkan cenderung hilang di Indonesia. Tindakan seperti generasi Soekarno-Hatta hingga Maulwi Saelan yang berani meninggalkan kenyamanan hidup untuk memperjuangkan dan mencapai tujuan bernegara semakin sulit ditemukan.

Demikian disampaikan sejarawan Universitas Indonesia Anhar Gonggong dalam peluncuran buku Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Soekarno di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (1/10/014).

"Maulwi Saelan bagian dari generasi yang bertindak melampaui dirinya, kelompok, dan golongan. Tindakan yang dilakukan generasi Soekarno-Hatta hingga Maulwi Saelan ini adalah teladan yang kini nyaris hilang. Kini, yang muncul adalah orang-orang yang berbuat demi kepentingan dirinya, bahkan menggarong atau korupsi," kata Anhar Gonggong.

Anhar Gonggong menerangkan, Soekarno, Hatta, dan para tokoh generasi 1945 mau meninggalkan zona nyaman menjadi birokrat atau elite masyarakat Hindia-Belanda demi mencapai sebuah negara baru, yakni Republik Indonesia. Jika hanya memikirkan diri sendiri, kehidupan mereka sudah nyaman dan mapan.

Pembicara lain, Bonnie Triyana, Pemimpin Redaksi Majalah Historia yang juga penulis buku terbitan Penerbit Buku Kompas (PBK) tersebut mengatakan, teladan Soekarno sebagai pemimpin yang tidak terikat protokoler merupakan sisi-sisi manusiawi seorang pemimpin kerakyatan yang dilahirkan Revolusi 1945.

"Soekarno berani minta maaf kepada bawahannya jika berbuat salah. Soekarno juga tidak bermewah-mewah,” tutur Bonnie.

Benda-benda seni yang dikumpulkan Soekarno juga tidak dikuasai demi kekayaan pribadi. Semua diberikan ke perbendaharaan Istana Negara.

Dari testimoni Maulwi Saelan, tutur Bonnie, diungkapkan sanggahan tegas Maulwi Saelan yang sepanjang hari hingga malam tanggal 30 September 1965 mendampingi Bung Karno. "Tidak benar Bung Karno mengetahui dan membenarkan tindakan G30S," ujar Bonnie.

Para hadirin peluncuran buku itu juga mengkritisi perlakuan terhadap negarawan. Haryono Ahmad, mantan Tentara Pelajar di Solo, menceritakan, dia bersama para pejabat masa awal Orde Baru miris menyaksikan penanganan jenazah Bung Karno yang dinilainya tidak pantas. ”Ada senior saya di Kementerian Transmigrasi, Brigjen Busiri, tidak jadi memotret iring-iringan jenazah Bung Karno. Pak Busiri menangis melihat kereta jenazah Bung Karno yang kondisinya sangat jelek. Bukan itu cara memperlakukan mantan Presiden Indonesia,” katanya.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam yang turut menulis buku Maulwi Saelan mengatakan, tak benar tudingan bahwa Tjakrabirawa, pasukan pengawal Presiden Soekarno, merencanakan penculikan jenderal-jenderal TNI AD tahun 1965. ”Tjakrabirawa justru pro-aktif meminta keterangan Sukitman, anggota polisi yang dilepaskan dari Lubang Buaya, sehingga tempat pembuangan jenazah Pahlawan Revolusi ditemukan,” ujar Asvi.

Maulwi Saelan menambahkan cerita tentang penembakan Arif Rahman Hakim. Penembak mahasiswa Universitas Indonesia hingga meninggal sewaktu berlangsungnya demonstrasi mahasiswa pada 24 Februari 1966 itu, menurut dia, diduga dilakukan anggota Polisi Militer TNI AD, tetapi dituduhkan kepada Tjakrabirawa. (ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com