JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat, merasa heran dengan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan mengajukan judicial review atau uji materi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah ke Mahkamah Konstitusi. Dia mempertanyakan kedudukan SBY dalam masalah ini.
"Siapa sih penasihat hukum Pak SBY yang mengajari gugat ke MK? Kok penasihatnya enggak mengajari yang benar," kata Martin di Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (30/9/2014) siang.
Anggota Komisi III DPR itu menilai, SBY, baik sebagai Presiden maupun Ketua Umum Partai Demokrat, tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan gugatan. Menurut dia, SBY dalam dua kapasitasnya itu terlibat dan mempunyai peranan penting dalam pembahasan RUU Pilkada. Pemerintah berperan, mulai dari mengajukan RUU tersebut ke DPR, proses pembahasan, hingga menyetujui hasilnya, yakni pilkada melalui DPRD. Adapun Partai Demokrat juga berperan besar terhadap hasil itu karena memiliki suara terbanyak, tetapi justru melakukan walk out saat sidang paripurna.
"Bosnya pemerintah itu SBY. Bosnya Demokrat juga beliau. Dia orang nomor satu. Di mana legal standing-nya?" ujar Martin.
Martin juga mempertanyakan wacana SBY mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menahan pemberlakuan UU Pilkada. Menurut dia, perppu itu dibuat jika ada sesuatu yang genting dan memaksa, misalnya bencana alam.
Martin menjelaskan, SBY sebenarnya tidak perlu panik menyikapi desakan tinggi dari publik tentang UU Pilkada. Masyarakat hanya butuh penjelasan dan nantinya akan segera mengerti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.