JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan terhadap pengujian Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD 3) tentang keterwakilan perempuan. MK beralasan, dalil para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian permohonan.
"Mengadili, menyatakan, dalam pokok permohonan mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan sidang di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2014).
Dalam pokok permohonannya, Mahkamah menimbang bahwa keterwakilan perempuan dalam menduduki posisi pimpinan alat kelengkapan DPR merupakan bentuk perlakuan khusus terhadap perempuan, yang dijamin oleh konstitusi dan harus diwujudkan secara konkret.
"Dalam konteks negara hukum yang demokratis dan negara demokrasi berdasarkan hukum, gagasan ini harus menjadi kebijakan hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif untuk memberikan jaminan kepastian hukum sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945," ucap salah seorang hakim MK, Wahiduddin Adams.
Wahid juga mengatakan bahwa penghapusan politik hukum pengarusutamaan jender dalam UU 17 tahun 2014 telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kaum perempuan. Perubahan ketentuan yang seperti itu, kata Wahid, dapat membuyarkan seluruh kebijakan afirmatif yang telah dilakukan pada kelembagaan politik lainnya.
Sebelumnya, pemohon dengan nomor 82/PUU-XII/2014, yakni Khofifah Indar Parawansa, Rieke Diah Pitaloka, Aida Vitalaya, Yu Kusumaningsih, dan Lia Wulandari; serta tiga badan hukum privat, yakni Yayasan Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, dan Perkumpulan Mitra Gender; mendalilkan bahwa UU MD3 dinilai telah menghapus seluruh ketentuan yang menyangkut keterwakilan perempuan.
Salah satunya adalah kuota 30 persen keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Para pemohon menilai, penghapusan seluruh klausul keterwakilan perempuan dalam UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon juga menyampaikan, pihaknya merasa bahwa aturan ini berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional karena kesempatan bagi pemohon menjadi sangat kecil untuk dapat menduduki posisi pimpinan alat kelengkapan DPR. Selain itu, ruang bagi pemohon untuk memperjuangkan keterwakilan perempuan, dalam menduduki posisi pimpinan alat kelengkapan DPR, akan sangat terbatas karena adanya dominasi politik dari anggota lain DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.