Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Gugatan PDI-P soal UU MD3

Kompas.com - 29/09/2014, 17:45 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Menolak para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2014).

Dalam amar putusan, ada dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat alias dissenting opinion, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati.

Putusan itu terkait permohonan dengan nomor perkara 73/PUU-XII/2014 yang diajukan PDI Perjuangan yang diwakili Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, serta empat orang perseorangan, yakni Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, Rahmani Yahya, dan Sigit Widiarto.

Mereka menguji aturan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109 Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 UU MD3. Aturan tersebut dianggap merugikan hak konstitusional PDI-P selaku pemenang Pemilu 2014.

Dengan aturan itu, para pemangku jabatan di parlemen akan dipilih langsung oleh anggota DPR. Jabatan itu untuk pimpinan DPR, pimpinan komisi, badan legislasi, badan anggaran, badan kerja sama antar-parlemen (BKSAP), mahkamah kehormatan dewan, dan badan urusan rumah tangga (BURT).

Mahkamah berpendapat, perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan lain dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut MK, memilih pimpinan di parlemen merupakan kewenangan anggota DPR.

Hal itu dianggap lazim dengan sistem presidensial dengan multipartai. Menurut MK, kompromi antarparpol sangat menentukan dalam pemilihan pimpinan di DPR. "Kompromi dan kesepakatan tidak bisa dihindari," ucap Hamdan.

Selain itu, MK berpendapat, tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan UU MD3 bukan persoalan konstitusional. Masalah itu dianggap hanya berkaitan dengan tata cara yang baik dalam pembentukan UU.

Menurut MK, pembentukan UU yang tidak mengikuti aturan tata cara pembentukan UU tidak serta-merta membuat UU yang dihasilkan dianggap inkonstitusional. Bisa saja UU yang dihasilkan sesuai aturan, tetapi materinya justru bertentangan dengan UUD 1945. Sebaliknya, UU yang dibuat tidak sesuai aturan justru memiliki materi yang sesuai UUD 1945.

MK berpendapat, perubahan UU MD3 yang dilakukan setelah diketahui hasil pemilihan umum juga tidak bertentangan dengan konstitusi. MK menganggap hal itu lazim dilakukan dalam pembentukan UU MD3 sebelumnya. Bahkan, perubahan UU MD3 dapat terjadi segera setelah pelantikan anggota baru Dewan.

MK hanya mengingatkan, perubahan UU MD3 setiap lima tahun sekali tidak membangun sistem yang matang dan akan jadi permainan politik. Pada masa mendatang, MK menyarankan pembentukan UU MD3 tidak dilakukan lima tahun sekali. Revisi hanya dilakukan apabila benar-benar diperlukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com