Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 berbunyi bahwa dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Menurut Refly, jika Presiden SBY memang sejak awal berniat untuk menolak RUU Pilkada lewat DPRD, seharusnya SBY menyampaikan penolakan tersebut kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sesaat sebelum pimpinan Sidang Paripurna, Priyo Budi Santoso, menyetujui RUU tersebut. "Kalau mau nolak harusnya saat Mendagri sampaikan sikap pemerintah menjelang ketuk palu," ucap Refly.
Seandainya SBY melakukan hal tersebut, maka UU Pilkada itu dapat untuk tidak disetujui DPR. Hal tersebut diatur dalam Pasal 20 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945. Dalam Pasal 20 ayat 2, disebutkan bahwa setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Kemudian dalam Pasal 20 ayat 3 dijelaskan bahwa jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Sidang Paripurna pengesahan RUU Pilkada menjadi UU pada Kamis hingga Jumat dini hari lalu berlangsung alot sehingga harus diputuskan melalui voting. Hasil voting menunjukkan, sebanyak 135 anggota yang hadir memilih pilkada langsung oleh rakyat. Sementara sebanyak 226 orang mendukung pilkada lewat DPRD. Fraksi Partai Demokrat yang semula mendukung pilkada langsung dengan syarat kemudian memilih untuk walk out saat syaratnya itu sudah disetujui Fraksi PDI-P, PKB, dan Hanura.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.