Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Lakukan Politik "Cuci Tangan" jika Tarik Dukungan Terhadap Pilkada Langsung

Kompas.com - 25/09/2014, 07:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com
- Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menilai, langkah politik Partai Demokrat akan menentukan hasil akhir polemik mekanisme pemilihan kepala daerah dalam Rancangan Undang-Undang Pilkada. RUU Pilkada akan disahkan dalam sidang paripurna DPR pada hari ini, Kamis (25/9/2014).

Salah satu pasal yang belum disepakati terkait pemilihan kepala daerah secara langsung atau oleh DPRD. Jika tak ada kata sepakat, maka pengambilan keputusan akan dilakukan melalui voting. (Baca: Jelang Pengesahan, Ini Hal yang Masih Diperdebatkan di RUU Pilkada)

"Kalah atau menang nanti tergantung Demokrat, kalau Demokrat abstain ya kalah (pilkada langsung)," kata Ray, dalam diskusi "Polemik RUU Pilkada: DPR Pilih Mana, Suara Rakyat atau Suara Partai?" di Jakarta, Rabu (24/9/2014).

Sebelumnya, Demokrat yang mendukung pilkada melalui DPRD berubah sikap dan menyatakan mendukung pilkada langsung dengan 10 syarat yang diminta untuk dimasukkan dalam RUU Pilkada. Namun, satu dari 10 syarat yang diajukan tidak bisa diakomodasi yaitu terkait lulus tidaknya seorang calon kepala daerah setelah uji publik. (Baca: Dukung Pilkada Langsung, Ini 10 Syarat yang Diminta Demokrat)

Demokrat mengancam akan menarik dukungan jika kesepuluh syarat itu tak dipenuhi. Menurut Ray, strategi Demokrat tersebut merupakan permainan politik cuci tangan. (Baca: Demokrat Pastikan Tolak Pilkada Langsung jika 10 Syaratnya Tak Dipenuhi)

"Saya khawatir pilkada oleh DPRD akan menang kalau Demokat abstain karena 10 poin yang mereka usung itu tidak diakomodir. Kalau itu terjadi, itu hanya akal-akalan Demokrat karena mereka lebih senang pilkada oleh DPRD hanya agar tidak kehilangan muka di masyarakat maka dia naikkan tawaran," katanya.

"Demokrat jadi aktor utama. Mereka cari muka ke publik bahwa mereka dukung pilkada langsung. Tapi mereka abstain kalau semua syaratnya tidak dipenuhi seolah-olah RUU pilkada yang lebih baik, lebih dari sekadar secara langsung dengan ada perbaikan itu tidak tercapai," lanjut Ray.

Oleh karena itu, menurut dia, perlu strategi politik agar Demokrat jangan sampai memainkan politik cuci tangan tersebut. (Baca: Dukung Pilkada Langsung, Sikap SBY Ubah Peta Politik di DPR)

"Dia naikkan isunya lalu kalau tidak dipenuhi semuanya dia abstain tapi masyarakat melihat bahwa Demokrat tidak salah. Jangan sampai Demokrat memainkan ini. Kalau ada beberapa poin ditolak, maka Demokrat harus akomodir. Namanya juga politik kan negoisasi," kata Ray.

Jika melihat komposisi, sebagai pemenang pemilu, Demokrat menguasai kursi terbesar parlemen dengan 148 kursi. Pendukung Pilkada melalui DPRD adalah Koalisi Merah Putih yaitu Partai Golkar (106), PPP (38), PAN (46), PKS (57), dan Partai Gerindra (26.

Sementara, partai politik yang mendukung pilkada secara langsung, yaitu PDI Perjuangan (94), PKB (28), dan Partai Hanura (17). Jika ditambah suara Demokrat, maka akan mencapai 287 suara. Sedangkan partai politik pendukung pilkada oleh DPRD sebanyak 273 kursi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com