JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) disarankan memilih menteri hukum dan hak asasi manusia bukan dari kalangan partai politik dan pengacara yang pernah menangani kasus korupsi.
"Paling tidak ada dua syarat, tidak dari parpol, kemudian kedua, bukan pengacara koruptor. Kalau dari parpol nanti muncul konflik kepentingan dalam pemberian PB (pembebasan bersyarat)," kata peneliti Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, di kantor Kemenkum dan HAM, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2014), seperti dikutip Tribunnews.com.
Menurut Emerson, menteri dari kalangan profesional akan jauh dari kepentingan. Emerson menyinggung Amir Syamsuddin selaku Menkum dan HAM dari kalangan partai dan mantan pengacara koruptor bantuan likuiditas Bank Indonesia, Syamsul Nursalim.
"Paling tidak, dia bukan pengacara koruptor, karena kalau pengacara koruptor kan seperti tadi, kita agak bingung, pak menteri kapasitas dia dari parpol dan bekas pengacara korupsi. Jadi posisi dia itu berpihak pada siapa, parpol atau klien terpidana kasus korupsi," kata Emerson.
Menteri dari profesional, lanjut Emerson, teramat penting dalam membangun komitmen pemberantasan korupsi. Sebab, komitmen itu menjadi tolok ukur untuk memberangus korupsi negeri ini.
"Kita bicara soal komitmen dukungan Kemenkum dan HAM dalam pemberantasan korupsi. Paling tidak, tidak muncul pemberian remisi dan PB itu tiap tahun," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.