"Kami yakin beliau (Jokowi) obyektif menilai apakah permohonan kami baik bagi keragaman atau justru malah akan mengganggu," kata Rangga, Sabtu (20/9/2014), di Jakarta.
Rangga bersama dengan tiga temannya alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal tersebut menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Menurut Rangga, mereka ingin mengubah penafsiran kata "-nya" dalam bunyi Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan tersebut. "Kata '-nya' merujuk pada siapa itu enggak jelas apakah kepada calon pempelai, pemuka agama, atau pegawai pencatatan sipil. Kalau '-nya' itu enggak jelas, maka implementasinya enggak jelas, menjadi kesimpangsiuran siapa yang akan menafsirkan pernikahan ini sah atau tidak," ujar Rangga.
Menurut dia, permohonan uji materi ini dilakukan agar frasa tersebut bisa dimaknai ulang. Mereka menginginkan agar penafsiran sah atau tidaknya pernikahan diserahkan kepada individu, bukan ditafsirkan negara secara sepihak.
Para penguji materi UU Perkawinan ini menginginkan penafsiran Pasal 2 Ayat 1 diubah menjadi "perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sepanjang penafsiran mengenai hukum agamanya dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai".
"Kita mengubah titik yang sebelumnya kewenangan tafsirkan hukum agama ekslusif dipegang negara jadi dipegang calon mempelai," ujar Rangga.
Pemohon uji materi lainnya, Damian Agata Yuvens, mengatakan bahwa pemerintah dan DPR seharusnya bisa melihat adanya masalah dalam UU Perkawinan tersebut sehingga melakukan penilaian kembali atas undang-undang tersebut. Dia juga berharap pemerintahan Jokowi-Kalla nantinya bisa memosisikan negara tepat pada tempatnya terkait dengan legalitas perkawinan.
"Khususnya Menteri Agama, kami menaruh harapan beliau bisa mendorong negara diposisikan di tempat yang tepat dalam perkawinan, yaitu fasilitator. Ini legacy yang luar biasa terhadap perkembangan HAM," tutur Damian.
Sejauh ini, proses uji materi terhadap UU Perkawinan ini masih bergulir di Mahkamah Konstitusi. MK telah menggelar sidang lanjutan atas perkara tersebut pada Rabu (17/8/2014). Pada sidang kedua ini, MK mendengarkan dan menerima pembacaan perbaikan berkas permohonan oleh pemohon (baca: MK Terima Perbaikan Permohonan Legalisasi Nikah Beda Agama).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.