Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hak Politiknya Dicabut, Luthfi Hasan Merasa Masih Bisa Jadi "King Maker"

Kompas.com - 19/09/2014, 13:54 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq, menanggapi santai putusan kasasi Mahkamah Agung, yang salah satu poinya mencabut hak dipilih Luthfi dalam jabatan publik. Menurut Luthfi, dia tetap bisa berpolitik meskipun mendekam di dalam penjara dan hak politiknya dicabut.

"Eh, politisi itu ada yang tampil di permukaan, ada king maker. Kalian kira SBY itu satu-satunya pengambil keputusan? Ada di belakangnya orang-orang yang mengambil keputusan, jadi ada king maker, ada decision maker, itu biasa saja, enggak ada masalah," tutur Luthfi ditemui di Rumah Tahanan KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (19/9/2014), saat akan kembali ke Rumah Tahanan Guntur seusai melaksanakan shalat Jumat.

Menurut dia, berpoilitik dari dalam penjara merupakan suatu hal yang mudah. Luthfi juga menanggapi santai putusan MA yang memperberat hukumannya menjadi 18 tahun penjara dari 16 tahun penjara.

Luthfi menilai lama kurungan 16 tahun penjara dengan 18 tahun penjara tidak berbeda jauh. Dia bahkan mengira MA akan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara. (baca: Hak Politik Luthfi Hasan Ishaaq Dicabut, Hukumannya Diperberat Jadi 18 Tahun)

"Ya, itu sih soal mudah itu, semuanya biasa diatur. Memangnya di negeri ini enggak ada yang bisa diatur? Saya kira dulu 20 tahun, ternyata hanya 16 kan," ucap Luthfi.

Saat ditanya apakah akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut, mantan anggota DPR ini menyerahkan kemungkinan itu kepada tim kuasa hukum.

Putusan kasasi atas perkara MA dijatuhkan pada Senin (15/9/2014), dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.

Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan dari pengusaha daging sapi. Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah.

Menurut Artidjo, perbuatan Luthfi sebagai anggota DPR dengan melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat. Majelis kasasi menolak kasasi terdakwa karena hanya merupakan pengulangan fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan banding. MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum.

Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu sama dengan tuntutan jaksa KPK, yaitu 10 tahun penjara dan delapan tahun penjara untuk perkara pencucian uang.

Artidjo mengungkapkan, dalam pertimbangannya, majelis kasasi menilai judex facti (pengadilan tipikor dan PT DKI Jakarta) kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan seperti disyaratkan pada 197 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di dalam pertimbangan hukumnya (onvoldoende gemotiveerd).

Hal yang memeberat itu adalah, Luthfi sebagai anggota DPR melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi fee. Perbuatan Luthfi itu menjadi ironi demokrasi. Sebagai wakil rakyat, dia tidak melindungi dan memperjuangkan nasib petani peternak sapi nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com