Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Korupsi Kepala Daerah Bukan karena Pilkada Langsung

Kompas.com - 18/09/2014, 19:57 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan bahwa kasus korupsi oleh kepala daerah bukan disebabkan oleh pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung. Menurut ICW, pemimpin koruptif justru lahir dari rekrutmen yang tidak baik oleh partai politik.

"Korupsi yang dilakukan kepala daerah sudah direncanakan sebelumnya," ujar Koordinator ICW, Abdulah Dahlan, saat ditemui di Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2014).

Dari data yang diperoleh ICW, pada semester I tahun 2014, modus korupsi yang digunakan kepala daerah sebagian besar adalah soal penggelapan dan penggelembungan dana. Modus yang paling banyak adalah penyalahgunaan anggaran dan penggelapan dana sebanyak 71 kasus atau 23,05 persen. Adapun 66 kasus (21,42 persen) lain dilakukan dengan membuat laporan-laporan fiktif.

Menurut Abdulah, meningkatnya jumlah kepala daerah yang terlibat korupsi bukan akibat pemilihan langsung, melainkan dari pola rekrutmen yang tidak baik oleh partai politik. Belum lagi masalah pendanaan calon kepala daerah oleh partai politik, yang memakan biaya sangat tinggi.

Abdullah mengatakan, pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak menjamin hilangnya praktik korupsi. Menurut dia, kepala daerah bisa saja melakukan persekongkolan dengan anggota DPRD. "Bisa jadi kepala daerah malah diperas oleh DPRD, akibatnya ada pola ketersanderaan," ujar Abdulah.

Fahmi Badoh dari Transparency International Indonesia mengatakan, masalah korupsi kepala daerah berasal dari masing-masing pribadi kepala daerah itu sendiri. Keinginan untuk korupsi semakin menjadi saat kepala daerah mengeluarkan "ongkos perahu" yang mahal bagi partai politik.

Fahmi mengatakan, untuk mengatasi masalah korupsi, masing-masing partai politik harus bisa melakukan reformasi kebijakan. "Hal itu akan mengarahkan calon kepala daerah agar tidak terintimidasi oleh beban biaya yang sangat tinggi," kata Fahmi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com