Gubernur Lemhannas Budi Susilo Soepandji, Jumat di Jakarta, mengatakan, pelaksanaan pilkada tergantung keputusan politik DPR. Namun, berdasarkan kajian Lemhannas pada 2007, pemerintah dan DPR lebih baik menyetujui usulan agar pemilihan gubernur melalui DPRD dan pemilihan bupati/wali kota dilaksanakan secara langsung.
"Ini sudah lama kita diskusikan sejak 2005, dan pada tahun 2007, kita menyampaikan gagasan dalam seminar dan naskah akademik yang intinya bahwa demokrasi yang dilakukan dengan semua pilkada, one man one vote, menimbulkan banyak kerusuhan pada waktu itu," kata Budi seusai penutupan Pemantapan dan Pembekalan Wawasan Kebangsaan bagi Anggota DPR terpilih periode 2014-2019, di Gedung Lemhannas.
Hasil pemikiran dan kajian ilmiah itu sudah diserahkan ke pemerintah. Kesimpulannya, pilkada langsung menimbulkan guncangan, dan politik uang bisa dikurangi.
"Rekomendasinya adalah agar pemilihan gubernur dilakukan DPRD lantaran bahwa gubernur adalah alat pemerintah atau ditetapkan presiden, sementara bupati/wali kota dipilih rakyat," ujar Budi.
Walau demikian, Lemhannas tidak memiliki kewenangan untuk menentukan metode yang terbaik untuk pilkada. Keputusan pilkada langsung atau dipilih DPRD ada di tangan wakil rakyat di Senayan.
"Lemhannas tak punya kewenangan. Saran saya, didiskusikan saja naskah akademik itu, dan sebaiknya DPR mengambil keputusan politik karena kebijakan negara bukan kewenangan kami," papar Budi.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, pilkada dipilih rakyat atau DPRD itu merupakan sebuah pilihan dalam kehidupan demokrasi. Namun, ada beberapa fraksi yang setuju mengubah pemilihan langsung menjadi cukup dilakukan DPRD, dan ada fraksi yang berpandangan diserahkan ke rakyat.
"Ini hanya soal pilihan saja dalam demokrasi," kata politikus Partai Golkar itu.
Priyo mengatakan, usulan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRD memiliki tujuan menekan biaya. Namun, ada pihak yang menilai bahwa hal itu merupakan keputusan yang menunjukkan kemunduran.
"Kita ingin demokrasi tetap nyaman dan efisien, tetapi dengan konsep ini kita tidak ingin muncul lahirnya raja-raja baru di daerah," katanya.
Ia mengatakan, pengesahan RUU Pilkada direncanakan dalam Sidang Paripurna DPR pada 25 September mendatang. Hingga kini, dia mengkui, masih terjadi tarik-menarik pendapat di tingkat panitia kerja, panitia khusus, hingga kalangan anggota DPR.
"Ini kalau tidak sepakat kita putuskan melalui voting. Kalau tidak selesai, pembahasan RUU Pilkada ditunda untuk dilanjutkan pada periode berikutnya," kata Priyo.
Sementara itu, politisi Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, mengatakan, jika kondisi politik sedang dalam posisi ideal, artinya dalam keadaan normal, pilkada melalui DPRD bisa dilakukan.
"Saat ini tidak dalam kondisi ideal, kepentingan masih tinggi. Yang dikedepankan saat ini adalah menanamkan kekuasaan di daerah. Nuansanya menjadi tidak sehat," kata Irma saat ditemui seusai mengikuti penutupan Pemantapan dan Pembekalan Anggota DPR oleh Lemhannas, di Gedung Lemhannas.
Irma mengatakan, pembahasan RUU Pilkada tidak berbeda dengan pengesahan UU MD3 oleh anggota DPR yang masa baktinya akan berakhir.
"DPR yang ingin lengser sebaiknya tidak mengeluarkan produk undang-undang. Kalau kondisi sudah normal, saya tidak masalah," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.