JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk membatalkan pembebasan bersyarat yang diberikan kepada terpidana kasus suap Hartati Murdaya.
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pemberian pembebasan bersyarat tersebut seharusnya batal demi hukum karena tidak sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam undang-undang.
"Nah, syarat itu tak terpenuhi. Kalau tak memenuhi syarat harusnya batal demi hukum. Kalau batal produk yang dihasilkan maka tak bisa digunakan, artinya orang itu tak bisa diberikan kebebasan bersyarat," kata Bambang di Jakarta, Senin (1/9/2014) malam.
Bambang menilai pemberian pembebasan bersyarat untuk Hartati tersebut tidak memenuhi persyaratan, salah satunya terkait status justice collaborator. Menurut dia, KPK tidak pernah memberikan Hartati status justice collaborator sehingga sedianya Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation itu tidak mendapatkan pembebasan bersyarat.
"Asumsi dasarnya, tak mungkin pembebasan bersyarat dikasih kalau JC (justice collaborator) tak diberikan karena itu semacam akumulasi. Kalau itu tak dapat, bagaimana itu bisa bebas bersyarat?" ucap Bambang.
Diakui Bambang, pihak Hartati pernah mengajukan permohonan status justice collaborator kepada KPK pada Juli 2014. Saat itu, pihak Hartati juga mengajukan permohonan untuk bebas bersyarat.
Namun, menurut Bambang, permohonan Hartati yang diajukan melalui Rumah Tahanan Pondok Bambu itu ditolak KPK. Bambang mengaku kaget jika sekarang Kementerian Hukum dan HAM memberikan Hartati pembebasan bersyarat.
"Yang kedua, di dalam peraturan Menkum HAM syarat bebas itu harus dikaji aspek keamanan, ketertiban, dan juga rasa keadilan masyarakat, bukan rasa keadilan narapidana. Nah, ini yang harusnya dipertimbangkan. Kami belum menerima surat konfirmasi pembebasan bersyarat itu, kok itu bisa diberikan gitu lho?" kata Bambang.
Selain meminta pembebasan bersyarat Hartati dibatalkan, Bambang meminta Kementerian Hukum dan HAM meneliti lebih lanjut apa dasar pemberian fasilitas tersebut. Koreksi ini, menurut dia, penting agar kejadian semacam ini tidak terulang kembali dan citra pemerintah tidak tercoreng.
"Ketiga, perlu diperiksa kembali peraturan Menkum HAM supaya peraturan-peraturan ini benar-benar bisa mewadahi rasa keadilan masyarakat," ujar dia.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati sudah sesuai dengan prosedur. Menurut Kepala Subdit Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi, mereka yang terkait tindak pidana dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan dimungkinkan diberikan pembebasan bersyarat selama berkelakuan baik, membayar uang pengganti atau denda yang diatur pengadilan, dan mendapat rekomendasi dari penegak hukum atau Dirjen Pemasyarakatan.
Sejak tanggal 23 Juli 2014, kata Akbar, Hartati telah menjalani dua per tiga masa pidana dan tidak pernah mendapatkan keringanan masa hukuman.
Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013 majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara kepada Hartati.
Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.