Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Dwipayana menjelaskan, catatan di dua periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuktikan buruknya kinerja menteri yang juga menjadi pengurus parpol. Catatan itu harus dijadikan bekal agar Jokowi tak mengulang kesalahan yang sama saat menyusun kabibet.
"Menteri yang rangkap jabatan di partainya tidak akan fokus bekerja karena harus memerhatikan partai, konsolidasi partai, dan akan semakin nampak jelang pemilihan umum," kata Arie, saat dihubungi, Selasa (26/8/2014).
Selanjutnya, kata Arie, selain tidak fokus, presiden juga akan segan saat harus mengevaluasi menteri yang memiliki jabatan di partai politik. Pasalnya, para menteri tersebut memiliki posisi politik yang kuat sehingga dikhawatirkan presiden memberikan penilaian bukan berbasis pada kinerja, melainkan ada pertimbangan politik.
"Menteri yang menjabat struktural partai juga akan bercabang fokusnya, seperti memiliki dua tuan, presiden dan partainya," ucap Arie.
Selain itu, Arie juga sangat yakin bahwa menteri yang menjabat struktural partai akan terjebak pada konflik kepentingan. Khususnya, saat menjalankan tugas kementerian di daerah yang akan digunakan juga untuk menjalankan agenda kepartaian.
"Boleh saja menteri dari partai politik, tapi jangan ada di struktural. Alasannya adalah catatan historis di kabinet Presiden SBY itu," ujarnya.
Jokowi sudah menegaskan bahwa mereka yang akan mengisi posisi menteri tidak boleh merangkap jabatan dalam struktural di partai politik. Hal itu disampaikan menanggapi sikap para elite parpol pendukung yang menganggap rangkap jabatan tak masalah. (baca: Jokowi Tegaskan Menterinya Tak Boleh Rangkap Jabatan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.