Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Baru, Masalah Lama

Kompas.com - 25/08/2014, 13:55 WIB


Oleh: Ignas Kleden

Pada 21 Agustus 2014 Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan dan gugatan pihak Prabowo-Hatta, baik gugatan mengenai rekapitulasi suara oleh KPU maupun gugatan menyangkut pelanggaran pelaksanaan Pilpres 2014, yang diklaim bersifat terstruktur, masif, dan sistematis.

Dengan demikian, masalah legalitas telah selesai, tetapi masalah legitimasi pimpinan nasional terpilih ini seakan baru dimulai. Kita tahu, legalitas adalah hubungan suatu jabatan dengan peraturan perundang-undangan: apakah adanya suatu jabatan tertentu dibenarkan oleh UU, apakah pejabatnya sendiri memenuhi persyaratan yang ditetapkan UU, dan apakah jabatan itu diperoleh melalui prosedur yang tidak bertentangan dengan ketentuan UU? Karena itulah legalitas ditetapkan oleh lembaga peradilan.

Legitimasi, sebaliknya, merujuk pada hubungan antara seorang pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. Di sini dipersoalkan apakah wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin merupakan kekuasaan yang disetujui dan dibenarkan oleh mereka yang akan dipimpinnya? Apakah suara dan persetujuan rakyat diberikan melalui lembaga-lembaga yang mewakili rakyat dan melalui proses yang menjamin keterwakilan rakyat?

Legitimasi adalah kelayakan suatu kekuasaan politik untuk mendapat pengakuan (Anerkennungswuerdigkeit einer politischen Ordnung, kata filsuf Juergen Habermas) karena didukung oleh kepercayaan rakyat. Tentu saja kepercayaan itu diberikan berdasarkan keyakinan bahwa pemimpin tersebut bakal memperhatikan aspirasi rakyat yang dipimpinnya dan sanggup memenuhi aspirasi itu melalui program politiknya.

Sosialisasi visi dan misi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden selama masa kampanye dimaksudkan untuk menunjukkan kepada rakyat apa yang hendak dilakukan oleh sepasang calon kalau mereka diberi kekuasaan dan mandat sebagai presiden dan wakil presiden. Sekalipun demikian, setiap sosialisasi visi dan misi punya keterbatasannya sendiri.

Keterbatasan pertama ialah visi dan misi menunjukkan apa yang hendak dan ingin dilakukan, tetapi belum menunjukkan apakah pemimpin bersangkutan sanggup melaksanakan apa yang diinginkannya. Selain itu, visi dan misi memang menunjukkan apa yang dipikirkan seorang calon pemimpin, tetapi belum menunjukkan sama sekali siapa sebenarnya calon pemimpin itu: bagaimana riwayat hidup dan riwayat kepemimpinannya, bagaimana profil kepribadiannya, apa saja keunggulan kompetensi dan keutamaan dalam wataknya yang bisa diandalkan, serta apa saja kelemahannya yang dapat mengganggu dan merugikan kepemimpinannya.

Hal ini tertolong dengan adanya debat di televisi antarpara calon. Dalam debat-debat itu rakyat dapat menyaksikan bagaimana setiap pasangan menyampaikan gagasan, mengajukan pertanyaan, dan memberikan jawaban. Debat-debat itu dapat menunjukkan bagaimana setiap pasangan memperjelas dan mempertahankan gagasan mereka. Selain itu, diperlihatkan juga sikap para calon dalam menghadapi pujian dan kritik, bagaimana menangkis serangan dan menanggapi pertanyaan yang sensitif, serta sejauh mana seorang calon pemimpin membuka mata untuk melihat realitas sosial-politik tanpa distorsi berlebihan.

Beberapa pertanyaan

Dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada 21 Agustus 2014, persoalan hukum dengan pihak Prabowo-Hatta relatif selesai, tetapi kini pasangan Jokowi-JK berhadapan dengan rakyat yang memilih mereka. Pada titik ini dapat muncul beberapa pertanyaan. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tak cukup lagi diberikan lewat pidato resmi atau orasi di berbagai kesempatan, tetapi melalui tindakan dalam mengimplementasikan apa yang dijanjikan dalam visi dan misi, dan secara khusus dalam sembilan program yang dinamakan Nawa Cita. Ada beberapa tingkat pertanyaan yang patut diuraikan dengan lebih rinci di sini, sambil merujuk pada sembilan program Nawa Cita.

Pertama, apakah Jokowi-JK berkomitmen penuh dan sanggup meneruskan dan menyempurnakan program yang belum terselesaikan dalam pemerintahan sebelumnya? Apakah mereka sanggup menghadirkan negara sebagai institusi tertinggi yang harus memberikan perlindungan dan rasa aman bagi seluruh bangsa dan setiap warga negara? Dapatkah dibangun suatu pemerintahan bersih yang efektif sekaligus demokratis? Apakah mereka cukup kuat mendorong terciptanya public good governance melalui penegakan hukum dan reformasi birokrasi sehingga pemerintahan jadi bermartabat dan tepercaya karena terbebas dari korupsi? Mungkinkah didorong produktivitas rakyat dan dipacu kemampuan bersaing di pasar internasional? (Nawa Cita no 1, 2, 4, dan 6).

Kedua, apakah mereka sanggup meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, fisik dan nonfisik, yang akan tecermin dari naik-turunnya indeks pembangunan manusia di Indonesia? Selanjutnya, apakah kemandirian ekonomi dapat makin diperkuat dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik? Ini artinya akan ada suatu ekonomi di Indonesia yang lebih mencerminkan kepentingan Indonesia dan kekuatan ekonomi nasional, tak sekadar jadi bayangan atau gema ekonomi global. Juga, adakah kesanggupan dan tekad berkelanjutan untuk memperkuat kebinekaan yang pasti akan menghadapi dua tantangan sekaligus. Dari dunia internasional, kebinekaan berhadapan dengan potensi homogenisasi kebudayaan sebagai arus kuat yang datang bersama globalisasi kebudayaan industrial. Dari dalam negeri, kebinekaan dan kemajemukan akan berhadapan dengan kecenderungan sektarian dengan tendensi yang monolitik, yang melihat perbedaan sebagai ancaman (Nawa Cita no 5, 7, dan 9).

Ketiga, apakah pemerintahan baru nanti dapat membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa-desa dalam kerangka NKRI? Ini cita-cita mulia yang orisinal, tetapi yang akan menghadapi kesulitan besar dalam memfalsifikasi konsep center-periphery dalam teori world system atau teori dependentia dari Amerika Latin. Juga, sama ambisiusnya, meskipun sama sahnya untuk melakukan revolusi karakter bangsa, antara lain dengan membalikkan proporsi pendidikan karakter dan pengajaran ilmu pengetahuan dalam kurikulum sekolah. Asasnya: makin rendah tingkat pendidikan, makin besar porsi pendidikan karakter, dan makin tinggi tingkat pendidikan, makin besar porsi pengajaran ilmu pengetahuan (Nawa Cita no 3 dan 9).

Pertanyaan pertama dapat dipastikan akan banyak mendapat dukungan dari Presiden SBY karena program-program di tingkat ini lebih kurang meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh rezim pemerintahan sebelumnya. Sesuai janji SBY, kelanjutan ini akan mendapat dukungannya dan dukungan Partai Demokrat yang dipimpinnya. Pemerintahan yang bersih, good governance, penegakan hukum dan reformasi birokrasi, serta peningkatan produktivitas rakyat dan penguatan kemampuan bersaing dalam ekonomi adalah program-program yang amat sering terdengar dalam pemerintahan SBY meskipun pelaksanaannya belum mencapai hasil yang dapat dianggap sebagai warisan pemerintahannya. Kalau program-program di tingkat ini dapat dilaksanakan dengan mulus dan dapat mengatasi berbagai hambatan dalam pelaksanaannya, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dapat dikatakan berhasil.

Program-program menyangkut pertanyaan kedua dapat dianggap lebih berani dari yang sudah dilakukan pemerintahan SBY. Mengusahakan ekonomi yang semakin mandiri dengan menggerakkan sektor-sektor strategis dalam ekonomi domestik merupakan langkah untuk menjawab tuduhan tentang kecenderungan ke arah neoliberalisme dalam ekonomi Indonesia sekarang. Ekonomi tidak sekadar diperlakukan sebagai sektor yang bergantung pada kekuatan pasar, tetapi amat ditentukan oleh kekuatan rakyat sendiri.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com