"Waktu itu dananya hampir habis. Kalau dihitung kasar, Rp 270-an miliar untuk menang jadi ketua umum, bukan sekadar maju. Dibulatkan jadi Rp 300 miliar. Mas Anas waktu itu datang ke tauke-tauke yang punya uang," kata Nazaruddin saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi Hambalang dengan terdakwa Anas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/8/2014).
Tauke adalah penyebutan untuk pemimpin perusahaan dalam bahasa percakapan. Salah satu perusahaan yang didatangi Anas, menurut Nazaruddin, adalah Gudang Garam. Dia juga menyebut Anas dijanjikan Rp 20 miliar dari Foke. Namun, Nazaruddin tidak menjelaskan apakah Foke yang dimaksudnya itu mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo atau bukan.
"Foke janjikan kasih Rp 20 miliar, ada yang lain Rp 30 miliar, saya catat-catat waktu itu, saya laporkan ke Mas Anas kalau ini Mas hampir dapat Rp 400 miliar sumbangannya," ucap Nazaruddin. Namun, lanjut dia, para pengusaha ini kemudian menberi bantuan kepada Anas tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Dia menduga ada intervensi Cikeas sehingga mereka tidak tepat janji.
"Yang tadi mau kasih Rp 30 miliar, hanya keluar 100.000 (dollar AS). Namanya Foke itu mau kasih Rp 20 miliar hanya keluar 20.000 dollar AS," sambung Nazaruddin. Anas, lanjut dia, akhirnya memutuskan untuk tidak mengambil dana dari Foke karena takut terbawa-bawa kasus hukum jika Foke diperiksa penegak hukum.
Dengan demikian, menurut Nazaruddin, dana yang terkumpul dari semua sumbangan tersebut nilainya hanya Rp 7 miliar. Untuk menambal kekurangan dana, Nazaruddin menyebutkan, Anas menggunakan uang kas Grup Permai, perusahaan milik Nazaruddin.
Uang Grup Permai tersebut, menurut Nazaruddin, berasal dari fee pengerjaan proyek pemerintah. Total uang Grup Permai yang dikeluarkan untuk pencalonan Anas tersebut mencapai Rp 97 miliar.
"Dikeluarkan sama Eva totalnya Rp 97 miliar. Itu uang semua dari Permai, dari fee proyek. Kalau ada uang dari lain, saya mau tanya sama Mas Anas dari mana, yang saya tahu sebagai bendahara pemenangan adalah itu, dan semua dicatat," kata Nazaruddin.
Anas didakwa menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Menurut jaksa, mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden sehingga berupaya mengumpulkan dana. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana.
Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut jaksa, Anas dan Nazaruddin bergabung dalam perusahaan Grup Permai. Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116, 525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat itu.
Uang tersebut disebut berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Grup Permai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.