JAKARTA, KOMPAS.com — Deputi Direktur Public Virtue Institue John Muhammad mengatakan, partisipasi netizen dalam proses pemilihan presiden memperlihatkan wujud noise (kicauan/pembicaraan) yang berubah menjadi voice (aspirasi). Postur aspirasi netizen menunjukkan bahwa voice memiliki potensi besar menjadi policy (kebijakan).
"Terutama terkait demokrasi dan HAM. Namun, di saat yang sama agenda ini membutuhkan tekanan publik yang besar mengingat level dan keterlibatan para elite politik untuk menahan laju penuntasan agenda HAM ini sangat tinggi," ujar John saat merilis hasil penelitian terbaru PVI terkait postur aspirasi netizen selama 2014, Jumat (15/8/2014) di Jakarta.
John mengatakan, kemenangan Jokowi yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum diikuti dengan kemenangan publik jika publik tidak melakukan otokritik terus-menerus.
"Perlu dijaga dikotomi politik agar voice atau kicauan yang menjadi aspirasi tersebut bisa terus menjadi policy . Potensinya tergantung jika Jokowi memperhatikan aspirasi yang muncul, misalnya dalam kanal-kanal petisi yang ada. Kalau tidak, defisit dukungan akan terjadi," lanjut John.
John mencontohkan, pembicaraan melawan lupa kejahatan HAM masa lalu, khususnya penculikan aktivis, yang menjadi isu publik terpopuler nomor tiga menurut PVI. Isu ini, kata dia, sebenarnya bukan isu baru. Sebab, akun yang menjadi sampel dalam penelitian ini telah membahas isu ini sejak belasan tahun lalu. Namun, mereka mendapatkan momen pada masa pilpres karena relevan dengan calon presiden yang maju pada pilpres.
Koordinator Penelitian Zely Ariane menambahkan, netizen yang memilih Jokowi adalah mereka yang ingin menghadang Prabowo karena rekam jejaknya terkait pelanggaran HAM. Namun, mereka juga sudah kritis melihat tokoh di belakang Jokowi.
Momen dua bulan masa pilpres, sejak deklarasi hingga putusan KPU, adalah momen berharga bagi netizen membangun opini publik. Setelah berhasil membangun opini, mereka berhasil membuat banyak netizen lain menjatuhkan pilihan kepada Jokowi.
"Ini kemudian menjadi voice atau sikap. Namun, ini belum menjadi policy karena mereka harus terus melanjutkan misinya, dalam hal ini menegakkan pengadilan HAM bagi mereka yang diduga terlibat. Misalnya, ketika Hendropriyono yang diduga terlibat kasus kematian aktivis HAM Munir, kicauan warga sipil seperti Suciwati kemudian menjadi pembicaraan. Karena itu, kemudian keluarlah sikap melalui petisi di change.org untuk tidak melibatkan Hendropriyono dalam tim transisi Jokowi," terangnya.
PVI adalah lembaga riset yang fokus pada penelitian di dunia digital. Berdiri pada tahun 2012, lembaga ini yang menginisiasi kanal petisi online change.org. Dalam penelitian ini, PVI mengambil sampel 25 akun asli yang dinilai berpengaruh dalam membangun opini. PVI menganalisis setiap pembicaraan berikut respons dari pihak lain. PVI memastikan sampel adalah warga sipil yang tidak terlibat langsung sebagai partisan kedua kubu capres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.