JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia bersama 39 organisasi kemasyarakatan Islam bersepakat menolak paham gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS/ISIS) sesuai hasil pertemuan Kamis (7/8/2014). Kesepakatan ini sejalan dengan sikap Pemerintah Republik Indonesia yang telah menegaskan penolakan serupa.
Menurut MUI serta ormas-ormas Islam, gerakan NIIS yang penuh kekerasan dinilai sangat berpotensi memecah belah persatuan umat Islam dan menggoyahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum MUI M Din Syamsuddin, bersama perwakilan 39 ormas Islam di kantor MUI, di Jakarta, Kamis (7/8). Hadir juga, antara lain, Wakil Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Slamet Effendy Yusuf, Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah Basri Bermanda, dan perwakilan Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Rosiady Sayuti.
Forum itu menegaskan, NIIS adalah gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam di Irak dan Suriah, tetapi tidak mengedepankan watak Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta). NIIS menggunakan kekerasan, membunuh orang-orang tak berdosa, menghancurkan tempat-tempat suci umat Islam, dan meruntuhkan negara bangsa yang sudah berdiri sebagai buah perjuangan umat Islam melawan penjajahan.
MUI dan ormas-ormas Islam menyerukan kepada umat Islam untuk tidak terhasut oleh agitasi dan provokasi NIIS, baik di Indonesia maupun di dunia.
Segenap organisasi lembaga Islam, masjid, mushala, dan keluarga Muslim diharapkan meningkatkan kewaspadaan dan menangkal berkembangnya NIIS di Tanah Air. MUI dan ormas-ormas Islam juga mendukung langkah cepat, tepat, dan tegas oleh pemerintah untuk melarang gerakan NIIS di Indonesia. Selain itu, mereka juga mendorong penegakan hukum sesuai dengan perundang-undangan.
Din Syamsuddin menyatakan, gerakan NIIS sangat mungkin muncul dan berkembang di tengah 1,7 miliar umat Islam sedunia. Apalagi, jika ada kecenderungan dari pihak luar Islam yang memanfaatkan situasi. Begitu pula dengan kemungkinan masuknya gerakan itu di tengah umat Islam di Indonesia, yang berjumlah sekitar 210 juta jiwa.
”Kita semua, baik pemerintah, badan intelijen, maupun ormas Islam, perlu mewaspadai agar gerakan itu tak muncul di Indonesia. Kita semua harus meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai tempat ibadah disalahgunakan kelompok radikal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin,” katanya.
Basri Bermanda menambahkan, NIIS termasuk jaringan internasional sehingga para tokohnya berusaha memanfaatkan peluang untuk menularkan gagasannya. Salah satunya adalah dengan mendekati jemaah haji di Arab Saudi. ”Oleh karena itu, MUI perlu mengeluarkan pernyataan ini dan menyosialisasikan kepada jemaah haji yang berangkat ke Arab Saudi. Jangan sampai jemaah haji menjadi tempat penyebaran ISIS,” katanya.
Secara terpisah, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, Bahrumsyah, warga negara Indonesia yang diduga terlibat dalam video ”seruan jihad” NIIS, pernah tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Jakarta. Ini respons atas keterangan Polri yang menyatakan, warga negara Indonesia yang muncul dalam video seruan jihad bersama NIIS adalah Bahrumsyah.
”Dia pernah kuliah di Fakultas Dakwah kelas sore (nonreguler) tahun 2003, tetapi cuma tiga semester dan setelah itu drop out (keluar). Mungkin dia tidak betah kuliah di UIN karena berbagai alasan. Mungkin juga alasan ideologis karena UIN mengemban misi Islam rahmatan lil alamin, Islam moderat,” katanya.
Menurut Sudarnoto, kemungkinan Bahrumsyah memperoleh mentor ideologi jihad dari seorang teroris yang sekarang sedang menjalani hukuman di Nusakambangan. Dia bersentuhan dengan ideologi ini di Aceh.
UIN, lanjut Sudarnoto, tetap menjadi kampus Islam negeri yang mengemban misi Islam moderat. Komitmen kepada falsafah bangsa sudah dipilih sejak kampus ini berdiri.
Peran kepala daerah
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta semua gubernur/wali kota/bupati untuk ikut terlibat dalam menangkal penyebaran paham dan ideologi NIIS. Instruksi Gamawan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 7 Agustus 2014. Menurut Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Didik Suprayitno, Kamis (7/8), surat itu telah dikirim ke semua kepala daerah.