KOMPAS.com — Pertanyaan besar terkait wajah kabinet menteri mendatang mengemuka setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan Jokowi "Jokowi" Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2014-2019.
Sesaat setelah penetapan, Jokowi sempat mengatakan, kabinetnya akan berisi kalangan profesional. Namun, publik masih penasaran mengenai tokoh profesional mana yang akan dipilih menjadi menteri.
Tanggap atas rasa penasaran publik, Jokowi menegaskan tidak akan ada dikotomi apakah kalangan profesional tersebut berasal dari partai atau nonpartai. Menurut dia, yang terpenting adalah menteri yang dipilih menguasai bidangnya.
"Punya leadership yang kuat, manajemen yang kuat, kompetensi yang kuat, dan yang paling penting: bersih," katanya.
Dia menyebutkan, banyak orang partai yang juga profesional. "Sebelum masuk partai, mereka adalah kalangan profesional dan mereka sama saja. Tadi saya sampaikan, kita tak bicara partai dan nonpartai," katanya.
Mengenai persentase perbandingan profesional dari partai dan nonpartai, Jokowi belum bisa memutuskan. "Hal itu baru akan diputuskan setelah melakukan identifikasi masalah dan pemetaan. Nanti dilihat kebutuhannya, baru kita cari siapa yang duduk di pos-pos itu. Bukan asal comat-comot saja," katanya.
Saat ini, kubunya tengah membentuk tim head hunter yang bertujuan mencari orang-orang yang cocok menjabat sebagai menteri di pemerintahannya bersama Jusuf Kalla. Tim itu bertugas memverifikasi rekam jejak serta latar belakang sosok yang direkomendasikan.
Mantan Wali Kota Solo ini mengaku mendapatkan masukan dari banyak pihak baik dari masyarakat, kelompok relawan, maupun partai pendukung soal siapa saja sosok yang bakal mengisi jabatan menteri di kabinet.
Sementara itu, pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek, berpendapat, kabinet Jokowi-JK harus diisi orang-orang profesional yang memiliki kemampuan politik yang tinggi. Kalangan profesional yang layak dijadikan menteri tidak selalu harus berasal dari ketua umum partai.
Namun demikian, kata Hamdi, ada baiknya beberapa menteri berasal dari kalangan partai politik karena dianggap memiliki kemampuan politik yang teruji. Kemampuan berpolitik dinilai penting karena para menteri nantinya akan berinteraksi dengan para anggota dewan.
"Menteri itu tetap punya jabatan politis, political skill itu perlu. Kalau orang tidak punya political skill akan sulit karena harus berurusan dengan mitra kerjanya di DPR. Bisa ditolak terus kebijakan dia," ujarnya.
Sedangkan orang yang profesional di kabinet, menurut Hamdi, harus mengerti betul bidang yang didalaminya. Jika ada calon independen yang profesional di bidangnya dan memiliki kemampuan berpolitik yang baik, maka akan menjadi penyegaran dalam kabinet di Indonesia.
Banyak susunan kabinet yang diusulkan publik, di antaranya dari www.kabinetrakyat.org yang berisi nama-nama calon menteri yang dianggap oleh rakyat layak untuk menjadi pembantu presiden dalam pemerintahan.
Dalam lamannya, www.kabinetrakyat.org memunculkan nama-nama yang menurut pengelola muncul hasil dari diskusi bersama jurnalis, pengamat, akademisi, aktivis, teknokrat, politisi, dan dan masukan-masukan yang langsung diberikan oleh rakyat di mana pun mereka berada, apa pun profesi, agama, dan sukunya.
Disampaikan pula nama-nama menteri sebagai masukan untuk kabinet Jokowi yang diharapkan berpijak pada kriteria-kriteria: tidak pernah terlibat korupsi, bukan pelanggar HAM, profesional di bidangnya sesuai dengan visi dan misi Jokowi-JK, serta bukan perusak lingkungan hidup.