Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU KUHP dan KUHAP Tak Akan Tuntas

Kompas.com - 01/08/2014, 14:00 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan sisa waktu menjabat 1,5 bulan, Dewan Perwakilan Rakyat tidak akan memaksakan penyelesaian Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Untuk hasil yang lebih baik, DPR disarankan untuk menyerahkan ke DPR hasil Pemilu 2014.

”RUU itu, 100 persen tidak bisa diselesaikan oleh DPR sekarang. Kami pun tidak akan memaksakan RUU itu selesai sebelum masa jabatan berakhir,” ujar Martin Hutabarat, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Kamis (31/7/2014).

DPR akan kembali bersidang pertengahan Agustus dan akan berakhir masa jabatannya pada akhir September. Menurut Martin, banyak yang harus didiskusikan dalam RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini tidak bisa selesai dalam waktu 1,5 bulan.

”Diskusi bisa memakan waktu lama karena setiap pasal perlu dibahas mendalam. Jumlah pasal di RUU itu sedikitnya 700 pasal. Kalau pembahasan terus-menerus, mungkin butuh waktu dua tahun baru selesai,” katanya.

Karena itu, RUU KUHAP dan KUHP akan diserahkan sekaligus menjadi tugas DPR dan pemerintah baru. Martin berharap DPR dan pemerintah baru menjadikan RUU itu sebagai prioritas untuk diselesaikan.

Maju tidak, mundur tidak

Anggota Komisi III DPR lainnya, dari Fraksi Golkar, Nudirman Munir, juga tak yakin RUU KUHAP dan KUHP bisa dituntaskan di sisa waktu yang ada. ”Setahun lalu saya masih optimistis RUU ini bisa kami tuntaskan. Namun, sekarang saya tidak yakin. Pembahasannya itu seperti maju tidak, mundur pun tidak,” tambahnya.

Menurut Nudirman, terlalu banyak kepentingan yang membuat RUU sulit sekali diselesaikan. Ditambah lagi tidak ada itikad baik dan sungguh-sungguh pemerintah untuk menyelesaikannya. Dia juga pesimistis dua RUU ini bisa dituntaskan DPR dan pemerintah baru.

”Kecuali, kalau presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla memiliki itikad baik dan sungguh-sungguh membenahi hukum di negara ini,” ujarnya.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon Kurnia Palma mengatakan, lebih baik penyelesaian RUU KUHAP dan KUHP tidak dipaksakan untuk dituntaskan DPR dan pemerintahan saat ini. Selain waktu tersisa sangat singkat, juga karena banyaknya masalah di dalam RUU itu.

Sejumlah hal yang dinilai bermasalah antara lain terkait tindak pidana korupsi, delik santet, masalah terorisme, dan sejumlah aturan di dalam RUU KUHAP yang dinilai melanggar HAM.

Menurut dia, memang tak ada jaminan DPR dan pemerintahan yang baru bisa menyelesaikannya. Namun, setidaknya mereka memiliki waktu lebih lama untuk membahas RUU itu sehingga produk hukum yang dihasilkan bisa lebih matang. (APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com