JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas meminta presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya, Jusuf Kalla untuk menarik kembali draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
KPK menilai draf RUU KUHP/KUHAP tersebut memuat poin-poin yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, KPK meminta Jokowi-Kalla untuk merevisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru disahkan DPR.
Undang-undang tersebut juga dianggap KPK berpotensi menghambat proses penyidikan di KPK, terutama yang berkaitan dengan pemanggilan anggota DPR untuk diperiksa.
"Tarik revisi UU KUHP dan KUHAP, lakukan amandemen MD3 jika tidak ada proses judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi), amandemen saja," kata Busyro di Jakarta, Rabu (23/7/2014).
Untuk diketahui, draf RUU KUHP/KUHAP dijadwalkan untuk kembali dibahas mulai dari awal oleh DPR periode 2014-2019. Pembahasan RUU ini oleh DPR periode 2009-2014 dihentikan setelah menuai kritik sejumlah pihak.
Selain itu, menurut Busyro, pemerintahan yang baru sedianya menyusun strategi pembangunan nasional dengan kerangka kerakyatan dan tidak berdasarkan asumsi-asumsi semata. Busyro juga menilai penting bagi Jokowi-Kalla untuk melibatkan Kepala Polri dan Jaksa Agung dalam melakukan pembenahan, khususnya terkait dengan penegakkan hukum.
Terkait agenda pemberantasan tindak pidana korupsi, Busyro berharap pemerintahan Jokowi-Kalla bisa membangun kebijakan melalui legislasi yang pro pemberantasan korupsi. Harapan tersebut didasari penilaian KPK bahwa selama ini korupsi cenderung dilakukan secara tersistem melalui legislasi.
"Dilakukan by design (sudah didesain) yang mendasarkan pada kewenangan undang-undang, di antaranya UU MD3, sebelum diputuskan MK, lalu tentang satuan tiga, itu kan produk undang-undang, pasal-pasal soal kewenangan ijon, pemekaran-pemekaran daerah yang tidak didasarkan studi antropologi, sosial budaya, yang melibatkan elemen masyarakat sipil," tuturnya.
OIeh karena itu, lanjut dia, hal pertama yang harus dilakukan presiden terpilih adalah dengan mengkaji ulang politik legislasi yang ditempuh dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Semua parpol menyumbang di situ, termasuk PDIP. Lalu ke mana reviewnya, ya kembali ke semangat konstitusi dan kerakyatan," sambung Busyro.
Dia juga mengingatkan Jokowi-Kalla untuk memilih anggota kabinet dari kalangan yang sudah teruji rekam jejaknya, memahami permasalahan, dan memiliki komitmen kuat untuk menjalankan agenda demokratisasi yang pro rakyat. Jokowi-Kalla diminta tidak mengangkat politikus busuk, birokrat bermasalah, atau pebisnis hitam sebagai pejabat yang duduk di kabinetnya.
Pada Selasa (22/7/2014) malam, KPU menetapkan pasangan Jokowi-JK memenangi Pilpres 2014. Mereka memperoleh 70.997.833 suara atau 53,15 persen. Adapun pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 persen.
Apabila tidak ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas penetapan KPU itu, Jokowi-JK akan secara resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014 menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.