JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Indonesia Research Center (IRC), Natalia Christanto, menilai wajar jika hasil quick count atau hitung cepat oleh IRC meleset dari hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut dia, kredibiltas lembaga survei tak hanya dilihat dari hasil prediksi, tetapi juga metodologi dan proses pengambilan sampel.
Natalie mengatakan, ada tiga ukuran untuk menguji kinerja lembaga survei yang melakukan quick count, yakni metodologi, proses, dan hasil. Untuk hasil, kata dia, yang menjadi indikator bukanlah prediksi siapa yang menang dan kalah, melainkan sejauh apa perbedaan hasil yang didapatkan lembaga survei dengan hasil yang dikeluarkan KPU untuk masing-masing calon.
"Prediksi bisa saja salah. Masalahnya, berapa selisih hasil quick count pasangan dengan real count KPU. Misalnya, hasil akhir KPU, Jokowi 52 persen kita bandingkan dengan hasil quick count kita, Jokowi 48,89 persen. Jadi, bukan siapa yang menang siapa yang kalah," katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/7/2014).
Berbeda dari metodologi dan proses, menurut Natalie, hasil quick count bisa saja meleset. Ia mencontohkan pada saat Pemilihan Gubernur Jawa Timur. "Hampir semua lembaga survei memprediksi Khofifah (Indar Parawansa) yang menang. Namun, ternyata Pakde Karwo yang menang. Begitu juga dengan pilkada di Bali 2013, hasilnya meleset. IRC, termasuk SMRC," katanya.
Natalie mengatakan, jika perbedaan hasil quick count dan real count KPU masih dalam toleransi kesalahan (margin of error) plus minus 2 persen, maka hasil quick count masih bisa diterima. "Kalaupun Jokowi-JK dinyatakan menang, memang prediksi kami salah. Namun, bukan berarti lembaga survei kami tidak akurat dan kredibel. Atau meskipun Prabowo-Hatta yang dinyatakan menang, belum tentu lembaga surveinya yang paling akurat. Harus dilihat metodologi dan prosesnya," ujarnya.
Jika margin of error di atas dua persen, maka lembaga survei akan melakukan evaluasi terkait metodologi dan proses pengambilan sampel. Bisa jadi ada faktor tertentu saat pengambilan sampel, seperti intervensi di lapangan.
Untuk metodologi, dijelaskan Natalie, semua quick count menggunakan metodologi yang sama. "Masalahnya hanya pengacakan pengambilan sampel TPS yang mana," ujar dia. Jika sampel TPS yang melakukan PSU berarti hasil yang masuk untuk quick count adalah hasil sebelum PSU. "Pasti hasilnya beda," katanya.
Berdasarkan hasil hitung cepat IRC pada Pemilu Presiden 2014, pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa unggul dengan 51,11 persen suara. Adapun Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat 48,89 persen suara. Hasil tersebut berbeda dari delapan lembaga survei lain yang menempatkan Jokowi-JK unggul dari Prabowo-Hatta.
Saat ini KPU telah merampungkan rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional. Hasil sementara dari rekapitulasi itu, Prabowo-Hatta mendapatkan 47,55 persen suara dan Jokowi-Kalla 52,66 persen suara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.