JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Mahfud MD, menilai wajar jika dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS). PSU dianggap wajar karena tim advokasi Prabowo-Hatta menemukan sejumlah kecurangan.
"Kalau menurut saya secara materil wajar karena ada ribuan (kecurangan) yang seperti itu," kata Mahfud di Jakarta, Sabtu (19/7/2014).
Menurut laporan tim advokasi, kata Mahfud, ada mobilisasi orang yang tidak berhak memilih di 5800 TPS. Mobilisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) warga yang sudah meninggal atau dengan KTP yang diduga palsu, serta tanpa formulir A5.
"Dan itu oleh panwaslu (panitia pengawas pemilihan umum) diupayakan pemungutan ulang dan itu diteliti baru 13, itu yang dari tim advokasi," tuturnya.
Atas dasar temuan tersebut, tim advokasi meminta KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang. Pagi ini, pemungutan suara ulang dilakukan di 13 TPS di Jakarta.
Selain 13 TPS tersebut, Mahfud menilai ada sekitar 5400 TPS lagi yang belum sempat diteliti KPU dugaan kecurangannya.
"Nah, lainnya yang 5400 itu belum sempat dilihat KPU karena waktunya tidak ada, maka diadukan ke KPU pusat. Di Jatim juga banyak yang kaya gitu," tuturnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menganggap sejumlah media seolah menuduh Prabowo yang melakukan kecurangan. Oleh karena itu, Mahfud meminta semua pihak bisa menerima hasil pemilihan umum secara politis maupun dalam sudut pandang hukum.
"Berdasarkan bukti-bukti yang ada, yang curang bukan kami, iya kan. Oleh sebab itu marilah kita terima pemilu ini dari dua aspek. Pertama, aspek politik, nanti juga ada aspek hukum, yang aturannya harus ditegakkan. Tapi kita tetap menunggu tanggal 22 Juli apa pun putusan KPU," ujar Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.