Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres dan Tanggung Jawab Pers

Kompas.com - 18/07/2014, 15:29 WIB


Oleh:  Abdullah Alamudi

KOMPAS.com - Indonesia cemas menunggu putusan akhir pemenang pemilu presiden di tengah isu kemungkinan terjadinya kerusuhan oleh pihak yang kalah meski ada jaminan keamanan dari Kepala Polri dan Panglima TNI. Inilah pilpres paling mencabik-cabik bangsa sepanjang sejarah RI.
Di tengah cemas akan perpecahan, masyarakat mempertanyakan tanggung jawab sosial pers, khususnya media TV yang pemiliknya pendukung salah satu calon presiden-calon wakil presiden yang bersaing.

Pada masyarakat pers dan penyiaran sendiri timbul pertanyaan serius terhadap jurnalis yang mereka anggap telah mengompromikan integritas dan profesionalisme mereka karena tekanan pemilik modal. Pada saat sama, keluhan masyarakat serta teguran dan peringatan tertulis Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada stasiun TV yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) diabaikan stasiun itu.

Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan diumumkan pada 22 Juli, tetapi masyarakat sudah dibanjiri berbagai isu tentang kerusuhan yang mungkin terjadi. Kekhawatiran terutama dirasakan warga keturunan Tionghoa akibat trauma penjarahan, penganiayaan, dan pemerkosaan pada peristiwa 1998. Menurut Ketua Kadin Sofjan Wanandi, banyak pengusaha keturunan Tionghoa meninggalkan Indonesia menjelang Pilpres 9 Juli.

Dilanggar

Selama ini, KPI dan masyarakat menyoroti TV One, milik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie serta RCTI dan MNC Group, keduanya milik Hary Tanoesoedibjo, kelompok media terbesar di negeri ini. Aburizal dan Hary pendukung utama Prabowo-Hatta. Metro TV milik Suryo Paloh, pemimpin Partai Nasdem, pendukung utama Jokowi-JK.

Berbagai pemberitaan TV One, MNC Group, dan Metro TV selama kampanye pilpres telah melanggar prinsip universal jurnalistik tentang akurasi, keseimbangan, imparsial, tak menghakimi, tak menghina/mencemarkan nama baik seseorang, dan tak membohongi masyarakat. Pasal 7 (Ayat 2) UU Pers yang menegaskan bahwa wartawan memiliki dan taat pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Pasal 42 UU Penyiaran bahwa media elektronik taat pada KEJ, UU (Penyiaran), dan peraturan lain (P3SPS/KPI), mereka abaikan saja.

Stasiun TV itu memilih narasumber yang akan menyampaikan pendapat positif bagi calon masing-masing dan/atau mendiskreditkan lawannya.  Tidak jarang ucapan narasumber itu mengarah pada kampanye hitam. Menurut anggota tim sukses Jokowi-JK, Anies Baswedan, besaran serangan kampanye hitam terhadap Jokowi-JK sembilan kali lebih besar dibandingkan dengan serangan gelap terhadap Prabowo-Hatta.

Upaya Ketua Dewan Pers Bagir Manan lewat pertemuan 4 Juli (lima hari sebelum pilpres) yang diakhiri dengan penandatangan komitmen bersama pers Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014 oleh puluhan pemimpin redaksi serta produser radio dan TV untuk mengingatkan masyarakat pers tentang tanggung jawab sosial mereka tidak digubris stasiun TV itu.

Komitmen itu antara lain berbunyi, Kami pers Indonesia akan selalu mengedepankan prinsip akurasi, verifikasi, dan kehati-hatian, terutama pada hal-hal yang berpotensi menimbulkan perpecahan atau konflik di masyarakat serta menghindari penyebarluasan fitnah dan kebencian.

Beberapa wartawan TV One dan MNC Group, yang tak mau mengompromikan integritas dan profesionalitas mereka lebih jauh karena campur tangan pemilik modal ke dalam ruang redaksi, mengundurkan diri atau dipecat. Kebebasan redaksi di stasiun itu hilang. Media TV jadi dikelola orang yang bersedia mengompromikan integritas dan profesionalisme mereka, dan mereka yang jadi pemimpin redaksi tanpa pengalaman jurnalistik.

Di samping itu, ada sejumlah wartawan yang dengan sadar jadi anggota tim sukses salah satu pasangan kandidat tanpa secara jujur mengungkapkannya kepada publik. Akibatnya, masyarakat tak memperoleh informasi yang akurat, berimbang, dan imparsial, tetapi propaganda mengenai capres-cawapres yang didukung stasiun TV bersangkutan. Di sini para wartawan bersangkutan sadar mengabaikan tanggung jawab sosial mereka demi kepentingan ekonomi/jabatan.

Pemberitaan stasiun TV itu telah ikut menambah keresahan masyarakat, mendorong militansi pendukung masing-masing, dan mempertajam curiga di antara kelompok masyarakat. Pers telah jadi bagian dari problem. Pilpres dan pers menggiring masyarakat ke arah hampir terbelah dua. Terpecahlah parpol, purnawirawan militer dan polisi, seniman, serta artis. Para ulama bertolak belakang. Bahkan, lembaga survei terpecah.  Akibatnya tak terbayangkan jika kedua calon dan pers tak segera menenangkan pengikut yang kalah sebelum pengumuman resmi pemenang pemilihan ini pada 22 Juli.

Pecah belah

Tokoh parpol terpecah. Tujuh partai (Gerindra, Golkar, PAN, PKS, PPP, PBB, dan Demokrat) berpihak kepada Prabowo-Hatta menghadapi lima partai (PDI-P, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI) berpihak ke Jokowi-JK. Sebagian besar pengurus Demokrat mendukung Prabowo-Hatta, sementara Gubernur Sulawesi Utara Sinjo Sarundayang dan anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul  menyeberang ke Jokowi-JK. Begitu juga Hayono Isman, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, mantan peserta konvensi capres Partai Demokrat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SYL Minta Jokowi Jadi Saksi Meringankan, Istana: Tidak Relevan

SYL Minta Jokowi Jadi Saksi Meringankan, Istana: Tidak Relevan

Nasional
Jemaah Haji Tanpa 'Smart Card' Tak Bisa Masuk Armuzna pada Puncak Haji

Jemaah Haji Tanpa "Smart Card" Tak Bisa Masuk Armuzna pada Puncak Haji

Nasional
Anggap Tapera Pemaksaan, Hanura Desak Pemerintah untuk Batalkan

Anggap Tapera Pemaksaan, Hanura Desak Pemerintah untuk Batalkan

Nasional
Jakarta Torehkan Deretan Prestasi Tingkat Nasional, Heru Budi Sukses Bangun Akuntabilitas, Integritas, dan Komitmen Cegah Korupsi

Jakarta Torehkan Deretan Prestasi Tingkat Nasional, Heru Budi Sukses Bangun Akuntabilitas, Integritas, dan Komitmen Cegah Korupsi

Nasional
 PHDI Akan Pelajari Lebih Detail Izin Ormas Keagamaan Kelola Tambang

PHDI Akan Pelajari Lebih Detail Izin Ormas Keagamaan Kelola Tambang

Nasional
Gagal ke Senayan, Hanura Desak Pemerintah-DPR Hapus Ambang Batas Parlemen

Gagal ke Senayan, Hanura Desak Pemerintah-DPR Hapus Ambang Batas Parlemen

Nasional
Oesman Sapta Oddang Kembali Jadi Ketum Hanura hingga 2029

Oesman Sapta Oddang Kembali Jadi Ketum Hanura hingga 2029

Nasional
Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tak Dididik untuk Itu

Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tak Dididik untuk Itu

Nasional
Soal Tapera, Romo Magnis: Kalau Baik Oke, tapi Dengarkan Suara-Suara Kritis

Soal Tapera, Romo Magnis: Kalau Baik Oke, tapi Dengarkan Suara-Suara Kritis

Nasional
Anies Ungkap Belum Ada Komunikasi soal Ajakan Kaesang untuk Duet di Pilkada Jakarta

Anies Ungkap Belum Ada Komunikasi soal Ajakan Kaesang untuk Duet di Pilkada Jakarta

Nasional
Kekayaan Fantastis Rita Widyasari, Eks Bupati Kukar yang Puluhan Mobil dan Uang Rp 8,7 Miliar Miliknya Disita KPK

Kekayaan Fantastis Rita Widyasari, Eks Bupati Kukar yang Puluhan Mobil dan Uang Rp 8,7 Miliar Miliknya Disita KPK

Nasional
Minta Amandemen UU Persaingan Usaha, Ketua KPPU: Kami Khawatir Indonesia Tidak Jadi Negara OECD

Minta Amandemen UU Persaingan Usaha, Ketua KPPU: Kami Khawatir Indonesia Tidak Jadi Negara OECD

Nasional
Hari Ke-28 Penerbangan Haji, 198.273 Jemaah Tiba di Saudi, 54 Orang Wafat

Hari Ke-28 Penerbangan Haji, 198.273 Jemaah Tiba di Saudi, 54 Orang Wafat

Nasional
Kata Polri soal Kapolda Jateng Berproses Jadi Irjen Kemendag

Kata Polri soal Kapolda Jateng Berproses Jadi Irjen Kemendag

Nasional
Militer Indonesia Era Bung Karno: Alutsista Canggih dan Pengalaman Perang

Militer Indonesia Era Bung Karno: Alutsista Canggih dan Pengalaman Perang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com